Update Kasus Tambang Ilegal Warga Tiongkok di Ketapang: Kerugian Negara Capai Rp 1,020 Triliun

Ketapang, Kalimantan Barat -Lemkiranews.Id

Nilai kerugian negara akibat aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mencapai angka fantastis Rp 1,020 triliun. Angka ini dihitung dari kehilangan cadangan emas sebanyak 774,27 kilogram dan perak sebanyak 937,7 kilogram, yang terungkap dalam persidangan kasus tambang ilegal di Pengadilan Negeri Ketapang pada Agustus 2024 lalu.

Pelaku utama kasus ini, seorang warga negara Tiongkok berinisial YH, dituduh memanfaatkan lubang tambang atau tunnel yang berada di wilayah tambang resmi. Lubang tersebut, yang semestinya hanya digunakan untuk pemeliharaan, diubah menjadi sarana eksploitasi emas secara ilegal. Aktivitas ini memanfaatkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas, PT BRT dan PT SPM, yang belum memiliki persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk tahun 2024-2026.

*Kadar Emas Tinggi di Lokasi Tambang*

Penyelidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengungkap bahwa volume batuan bijih emas yang tergali mencapai 2.687,4 meter kubik. Dari uji sampel, kandungan emas di lokasi tersebut terbilang sangat tinggi. Sampel batuan menunjukkan kadar emas sebesar 136 gram/ton, sementara sampel batu yang telah digiling memiliki kadar emas mencapai 337 gram/ton.

Penggunaan merkuri (Hg) untuk memisahkan emas dari logam atau mineral lainnya juga menjadi perhatian. Sampel olahan di lokasi tambang menunjukkan kandungan merkuri sebesar 41,35 mg/kg, yang berpotensi menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

*Modus Operandi dan Jalur Distribusi*

Setelah pemurnian, emas hasil tambang ilegal ini dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion. Kegiatan ini dilakukan secara tertutup dengan memanfaatkan tunnel dan jalur distribusi yang dirancang untuk menghindari deteksi pihak berwenang.

*Ancaman Hukuman Berat*

Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, YH terancam hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar. Kejaksaan Negeri Ketapang terus mengembangkan kasus ini untuk mendalami pelanggaran lain, termasuk potensi tindak pidana tambahan.

*Agenda Persidangan Selanjutnya*

Persidangan kasus ini masih berlanjut dengan agenda enam tahap, yaitu:

1. Pemeriksaan saksi dari pihak penasihat hukum,

2. Pemeriksaan ahli dari penasihat hukum,

3. Pembacaan tuntutan pidana (requisitor),

4. Pembacaan nota pembelaan (pleidooi),

5. Tanggapan-tanggapan (replik dan duplik),

6. Pembacaan putusan oleh majelis hakim.

Kasus ini menjadi sorotan nasional, mencerminkan urgensi pengawasan lebih ketat terhadap kegiatan pertambangan di Indonesia. Selain kerugian ekonomi yang besar, dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas tambang ilegal ini juga menjadi peringatan serius bagi pihak berwenang.

Pemerintah diharapkan memperkuat regulasi dan pengawasan untuk mencegah kasus serupa di masa depan. (Tim/red)

# Editor: Syaf Al Dhin.PPWI.#

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait