Jakarta -Lemkiranews.Id
Acara Partai Gerindra yang digelar baru-baru ini menarik perhatian publik, perayaan HUT ke-17 Gerindra di SICC, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025), terutama karena momen saat Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, memberikan ruang istimewa kepada Presiden Joko Widodo. Dalam acara tersebut, Jokowi tidak hanya diberi kesempatan berbicara, tetapi juga menyampaikan pidato yang mengandung pesan tersirat, yang oleh banyak pihak dianggap sebagai sindiran atau tantangan politik untuk Prabowo.
Salah satu bagian pidato yang menjadi sorotan adalah saat Jokowi menyinggung angka kepuasan publik terhadap Prabowo yang mencapai 80%. Sekilas, pernyataan ini terdengar seperti pujian, namun jika dicermati lebih dalam, ada makna lain yang bisa diambil. Jokowi mengingatkan bahwa ketika ia pertama kali memimpin, tingkat kepuasannya hanya 60%, tetapi ia tetap berani mengambil keputusan yang tidak populer.
“Saya saat itu hanya memiliki kepuasan publik 60%, tapi saya tetap ambil keputusan yang berat. Kok sekarang dengan kepuasan 80%, justru ragu?” demikian kira-kira pesan yang bisa ditafsirkan dari pernyataan Jokowi.
Pernyataan ini dikaitkan dengan beberapa kebijakan ekonomi terbaru yang sempat diumumkan, seperti rencana kenaikan PPN dan penyesuaian harga LPG 3 kg, yang akhirnya dibatalkan dalam waktu singkat. Banyak yang menilai bahwa Jokowi ingin memberi sinyal kepada Prabowo agar lebih berani dalam mengambil kebijakan besar, meskipun berisiko mengundang kritik.
Selain isi pidato, gestur politik dalam acara tersebut juga menjadi bahan analisis. Prabowo, yang merupakan presiden terpilih, terlihat memberikan panggung besar bagi Jokowi, seolah memperlihatkan bahwa pengaruh sang petahana masih kuat. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa hubungan antara Jokowi dan Prabowo masih memiliki dimensi politik yang lebih dalam, terutama menjelang transisi pemerintahan.
Pengamat politik Ray Rangkuti menilai bahwa Jokowi memiliki gaya komunikasi khas, di mana sanjungan sering kali disertai pesan tersembunyi. “Pak Jokowi ini selalu menyampaikan sesuatu dengan cara berbunga-bunga. Seolah memuji, tapi di baliknya ada pesan tersirat yang cukup tajam,” ujarnya.
Banyak yang mempertanyakan apakah Prabowo akan tetap mengikuti pola kepemimpinan Jokowi atau mulai menunjukkan gayanya sendiri setelah resmi menjabat pada Oktober 2024. Apakah panggung yang diberikan Prabowo untuk Jokowi adalah bentuk penghormatan semata, atau ada strategi politik yang lebih besar di baliknya?
Yang jelas, dinamika hubungan antara kedua tokoh ini akan terus menjadi perhatian publik, terutama di awal masa pemerintahan Prabowo. Bagaimana sikap Prabowo terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi setelah resmi menjabat? Dan sejauh mana Jokowi masih akan memiliki pengaruh dalam pemerintahan mendatang? Semua itu masih menjadi tanda tanya yang menarik untuk dicermati.
Acara Partai Gerindra pada 15 Februari 2025 menjadi sorotan bukan hanya karena kehadiran Presiden Joko Widodo, tetapi juga karena panggung yang diberikan Prabowo Subianto kepadanya. Di tengah suasana politik yang dinamis pasca-Pilpres 2024, banyak yang bertanya-tanya, apakah ini sekadar penghormatan atau ada pesan politik yang lebih dalam?
Dalam pertemuan tersebut, Prabowo terlihat memberikan ruang bagi Jokowi untuk berbicara panjang lebar. Pujian pun mengalir, termasuk menyebut tingkat kepuasan publik terhadap Prabowo yang mencapai 80%. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, ada pesan tersembunyi dalam pidato Jokowi yang seolah menguji ketegasan Prabowo dalam mengambil keputusan besar.
Salah satu poin menarik adalah ketika Jokowi menyinggung bagaimana dulu ia memerintah dengan tingkat kepuasan 60%, tetapi tetap berani mengambil kebijakan yang tidak populer. Ini bisa dimaknai sebagai sindiran halus kepada Prabowo yang saat ini memiliki tingkat kepuasan lebih tinggi, tetapi belum berani mengambil langkah besar yang berisiko.
Ray Rangkuti, Direktur Eksekusi Lingkar Madani, menafsirkan momen ini sebagai bagian dari strategi politik Jokowi. Ia mengungkapkan bahwa Jokowi punya gaya komunikasi yang selalu menyisipkan pesan di balik pujian. Dalam konteks ini, bisa jadi Jokowi ingin menegaskan bahwa kekuasaan tidak hanya soal kepuasan publik, tetapi juga keberanian dalam mengambil keputusan sulit.
Lebih lanjut, dengan aturan presidential threshold 0%, semua orang kini punya kesempatan untuk maju dalam Pilpres 2029. Ini berarti Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, bisa menjadi ancaman politik bagi Prabowo. Apakah ini pertanda bahwa Jokowi sedang menyiapkan jalannya sendiri untuk tetap berpengaruh di panggung politik?
Fenomena ini bisa dilihat sebagai bagian dari “permainan tampilan depan dan belakang,” seperti yang disebutkan oleh Ray Rangkuti. Di depan, Prabowo memberi panggung bagi Jokowi, menunjukkan sikap hormat dan penerimaan. Namun di belakang, ada kemungkinan bahwa hubungan politik mereka lebih kompleks, terutama dengan adanya spekulasi mengenai Jokowi yang mungkin membentuk partai baru untuk menopang kekuatan politiknya sendiri.
Kesimpulannya, panggung yang diberikan Prabowo kepada Jokowi bukan sekadar gestur seremonial, melainkan bagian dari dinamika politik yang lebih besar. Apakah ini awal dari perpisahan Jokowi dan Prabowo? Atau justru strategi untuk tetap menjaga keseimbangan kekuatan? Yang jelas, politik Indonesia masih akan terus menyajikan drama yang menarik untuk diikuti. (Red)
Penulis: Kuli Tinta PPWI Kota Palopo,
Sumber tulisan dari podcast Lingkar Madani Indonesia