Jakarta- Lemkiranews.Id
Sidang gugatan wanprestasi yang diajukan oleh dr. Reno Yovial, calon anggota legislatif (caleg) yang gagal dalam Pemilu 2024 dari Partai UMMAT, akhirnya memasuki tahap kesimpulan. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Jakarta Timur pada Kamis, 13 Maret 2025, kuasa hukum para tergugat menyampaikan pandangan akhir mereka, menegaskan bahwa gugatan yang diajukan sarat dengan rekayasa dan manipulasi fakta.
Sebelumnya, pada sidang yang berlangsung 6 Maret 2025, seharusnya dijadwalkan pemeriksaan saksi kunci dari pihak Tergugat I, Ustadz Endang Sudarso. Namun, saksi yang diajukan, dr. Hakim, tidak hadir, meskipun sebelumnya telah dua kali menyatakan kesiapannya untuk memberikan kesaksian.
Menurut keterangan dari Tergugat I, dr. Hakim berhalangan hadir pada sidang pertama karena urusan mendadak. Namun, pada sidang berikutnya, ia kembali tidak datang dan mengabarkan melalui pesan WhatsApp bahwa dirinya menerima ancaman untuk tidak bersaksi. Pesan tersebut dikirim dari nomor seluler pribadi milik dr. Hakim, yang semakin memperkuat dugaan adanya intervensi terhadap saksi.
Akibat ketidakhadiran saksi kunci, persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Doddy Hendra Sakti, SH, dengan Hakim Anggota Christina Endarwati, SH., MH, dan Mohamad Indarto, SH., M.Hum, akhirnya ditutup tanpa mendengarkan keterangan yang seharusnya menjadi bagian penting dalam pembelaan pihak tergugat.
Meski merasa kecewa, advokat H. Alfan Sari, SH., MH., MM, selaku kuasa hukum Ustadz Endang Sudarso, tetap optimistis. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan menyampaikan kesimpulan tertulis dan mengunggahnya melalui e-Court Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Kami menyayangkan tindakan yang mencederai proses peradilan ini. Gugatan yang diajukan oleh penggugat sejak awal penuh dengan narasi manipulatif. Mereka ingin membangun citra sebagai pihak yang dizalimi, padahal faktanya tidak demikian,” ujar Alfan Sari, didampingi rekannya, advokat Effendy Santoso, SH., MH.
Senada dengan itu, Effendy Santoso mempertanyakan dasar hukum gugatan wanprestasi yang diajukan. Menurutnya, tidak ada bukti bahwa Tergugat I pernah menerima atau meminjam uang dari penggugat. Gugatan tersebut didasarkan pada surat Perjanjian Pembayaran Atas Jaminan Pengembalian Pinjaman, yang sebenarnya dibuat dan disodorkan oleh kuasa hukum penggugat sendiri.
“Apakah seseorang harus mengakui hutang yang tidak pernah ada? Ini jelas tindakan yang mengarah pada rekayasa hukum. Tidak ada bukti transaksi atau transfer uang yang bisa menunjukkan bahwa penggugat benar-benar mengalami kerugian,” tegas Effendy, yang juga menjabat sebagai Direktur POSBAKUMADIN PN Kota Bekasi.
Amirah Luthfiyyah Marchellia, anggota tim kuasa hukum Tergugat I dari kantor hukum Alfan Sari & Rekan, turut menyoroti keabsahan surat perjanjian yang menjadi dasar gugatan. Menurutnya, jika suatu perjanjian dibuat dengan paksaan, tipu muslihat, atau tanpa memenuhi syarat formil yang sah, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
“Jika ada indikasi paksaan atau bujuk rayu dalam pembuatan perjanjian, maka perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Ini menjadi bukti bahwa gugatan wanprestasi ini cacat hukum sejak awal,” ujar Amirah, yang juga seorang atlet Shorinji Kempo DKI Jakarta dengan sederet prestasi nasional.
Kasus ini juga menarik perhatian Dewan Pengurus Nasional PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia). Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., wartawan senior dan alumni Lemhannas 2012, menegaskan bahwa hakim harus memutuskan perkara berdasarkan fakta, bukan intervensi pihak tertentu.
“Hakim harus kebal terhadap tekanan kekuasaan dan uang. Keputusan harus didasarkan pada fakta lapangan agar tujuan hukum, yakni keadilan bagi masyarakat, benar-benar tercapai,” tegas Wilson.
Berdasarkan fakta persidangan, kuasa hukum Tergugat I tetap bertahan pada eksepsi, jawaban, dan duplik yang telah diajukan sebelumnya. Mereka bahkan telah mengajukan gugatan balik (rekonvensi) terhadap penggugat, yang dinilai hanya mencari-cari kesalahan dengan membangun narasi yang tidak berbasis fakta hukum.
H. Alfan Sari menekankan bahwa tidak ada bukti yang bisa membuktikan adanya transaksi atau pengalihan dana kepada Tergugat I. Selain itu, bukti yang diajukan penggugat berupa tangkapan layar chat WhatsApp tanpa autentikasi digital forensik dinilai tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar tuntutan hukum.
“Bukti yang diajukan hanya berupa screenshot chat WhatsApp tanpa pembanding dan tanpa keterangan ahli forensik digital. Dengan demikian, keabsahannya patut diragukan. Kami yakin majelis hakim akan melihat hal ini secara objektif dan memutuskan perkara dengan adil,” ujar Alfan, yang juga seorang praktisi seni bela diri dan mantan stuntman di sejumlah sinetron laga.
Dengan berbagai kelemahan dalam gugatan yang diajukan, kuasa hukum Tergugat I meminta agar majelis hakim memutuskan perkara ini dengan putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)—artinya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena cacat formil.
Putusan akhir dalam perkara ini menjadi sangat dinanti, mengingat berbagai kontroversi yang muncul selama persidangan. Apakah hakim akan menolak gugatan caleg gagal ini, atau justru memberikan keputusan lain? Semua akan terjawab dalam sidang putusan mendatang.
Satu hal yang pasti, bagi para tergugat dan kuasa hukumnya, perjuangan untuk menegakkan kebenaran masih terus berlanjut. (Red)
#Editor: Syarif Al Dhin#