Narasi Kontra: “Bela Negara atau Rekayasa Kepentingan?” Membongkar Agenda di Balik Kasus Pagar Laut PIK-2

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla_

Jakarta- Lemkiranews .Id

Kasus pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di kawasan PIK-2, yang dipimpin oleh Sandi Martapraja, seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), kini menjadi sorotan. Tindakan ini, yang diklaim sebagai upaya bela negara, justru memunculkan berbagai tanda tanya dan dugaan adanya agenda tersembunyi yang bertentangan dengan semangat keadilan dan kedaulatan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.

Indikasi Kolusi dan Manipulasi Besar
Kasus ini diduga bukan murni inisiatif individu atau hasil swadaya masyarakat. Sebaliknya, ada indikasi kuat keterlibatan “joint operation” antara pengusaha besar dan penguasa yang memanfaatkan kekuatan uang dan pengaruh politik. Narasi bela negara yang digaungkan dianggap sebagai bentuk manipulasi untuk menutupi pelanggaran hukum serta konflik kepentingan di balik proyek tersebut.

“Cara-cara seperti klaim swadaya, manipulasi pengakuan masyarakat, hingga penyamaran adalah tipu muslihat untuk menghindari tanggung jawab hukum,” ungkap Jaya Darmawan. “Keterlibatan mahasiswa dan masyarakat kecil hanya dijadikan tameng untuk melindungi kepentingan segelintir pihak.”

Kerugian bagi Masyarakat Pesisir
Pembangunan pagar laut ini diduga berdampak buruk bagi masyarakat pesisir, terutama nelayan, yang kehilangan akses terhadap laut sebagai sumber mata pencaharian mereka. Proyek seperti ini mencerminkan praktik oligarki yang memperpanjang luka sosial dan merusak cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tuntutan Tegas kepada Pemerintah
Kasus pagar laut PIK-2 menjadi ujian besar bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Sebagai pemimpin, beliau diharapkan mengambil langkah tegas, seperti:

1. Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Mengusut tuntas dugaan manipulasi dan kolusi dalam kasus ini, termasuk memeriksa pengusaha dan pejabat yang terlibat.

2. Pengembalian Aset Negara
Memastikan aset seperti pantai dan laut yang disalahgunakan oleh pihak swasta dikembalikan untuk kepentingan rakyat.

3. Melindungi Nelayan dan Masyarakat Pesisir
Menyusun kebijakan yang berpihak kepada masyarakat kecil agar tidak menjadi korban praktik oligarki.

Dasar Hukum yang Menguatkan Tindakan
Beberapa dasar hukum dapat digunakan untuk menindak pelanggaran dalam kasus ini, antara lain:

-Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: Kekayaan alam harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir pihak.

-UUPA Nomor 5 Tahun 1960: Negara berwenang mengatur penguasaan tanah untuk kepentingan masyarakat.

-UU Nomor 32 Tahun 2009: Melarang aktivitas yang merusak lingkungan atau tata ruang pesisir.

-KUHP: Menjerat pihak yang terbukti melakukan penipuan, pemalsuan, atau penyalahgunaan wewenang.

*Momentum Perubahan untuk Indonesia yang Bermartabat*
Kasus ini adalah momen penting untuk menghentikan praktik manipulasi dan oligarki yang telah lama mencederai bangsa. Presiden Prabowo memiliki peluang besar untuk menunjukkan komitmennya dalam menegakkan keadilan dan melindungi rakyat.

“Bangsa ini tidak boleh lagi dibohongi. Dengan langkah tegas dan keberpihakan kepada rakyat, Indonesia bisa kembali menjadi negara yang adil, makmur, dan bermartabat,” pungkas Jaya Darmawan.

Kasus pagar laut PIK-2 harus menjadi pengingat bahwa kekuasaan tidak boleh digunakan untuk menindas rakyat. Perjuangan bangsa yang dibangun oleh darah dan air mata para pahlawan harus dijaga, bukan dinodai oleh praktik-praktik yang hanya menguntungkan segelintir pihak. (Red)

Selengkapnya di tautan berikut Link :
https://x.com/papa_loren/status/1878595856548655195?s=48&t=apDo_Z1GeVzfnZIl3uMIg.

Editor: Syarif Al Dhin.. Anggota PPWI.

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait