Jakarta Lemkiranews.Id
Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam memimpin Indonesia, terutama dalam memastikan kabinetnya bekerja efektif dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun, baru seumur jagung, pemerintahan ini sudah dihadapkan pada berbagai kontroversi yang melibatkan pejabat di lingkaran istana.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, menyoroti pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Yandri Santosa, yang dinilai melecehkan wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Menurutnya, sikap tersebut mencerminkan ketidakpahaman terhadap peran jurnalis dan aktivis dalam sistem demokrasi.
“Menteri Desa itu benar-benar tidak paham. LSM dan wartawan lahir dari rahim perjuangan rakyat, keberadaannya sah berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan. Sikap menihilkan dua komponen bangsa ini adalah pemikiran yang tidak berdasar, bahkan berpotensi melanggar hukum,” tegas Wilson Lalengke, Minggu (2/2/2025).
Menurut alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini, pelecehan terhadap wartawan bukan hanya dilakukan oleh Menteri Yandri, tetapi juga sudah menjadi kebiasaan sebagian pejabat dan aparat.
“Ini salah satu dampak dari pola pikir diskriminatif yang selama ini dipelihara oleh Dewan Pers. Akibatnya, banyak pejabat yang merasa berhak mencap wartawan sebagai abal-abal, bodrex, atau tidak kompeten, dengan tujuan menghambat kontrol sosial terhadap kinerja pemerintah, terutama dalam pengelolaan anggaran. Ini jelas upaya menutupi praktik korupsi yang masif,” paparnya.
Wilson juga menegaskan bahwa menghambat kerja wartawan merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
“Seorang menteri yang melanggar hukum seperti ini jelas memalukan dan harus ditindak tegas. Uang rakyat seharusnya tidak digunakan untuk menggaji pejabat yang gagal memahami tugasnya,” ujarnya.
Atas dasar itu, Wilson mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mengganti Menteri Yandri Santosa. Jika tidak, menurutnya, kehadiran sosok seperti Yandri justru akan menjadi beban bagi pemerintahan, terutama dalam program pemberantasan korupsi yang dicanangkan Prabowo.
Selain itu, Wilson juga menyoroti Dewan Pers, yang menurutnya justru menjadi penghambat demokrasi.
Lanjutnya ia juga menyampaikan bahwa perlu dilakukan pembenahan terhadap lembaga pengampu pers, seperti Dewan Pers. Jika perlu, harus ditiadakan saja.
“Media Pers memberdayakan semua rakyat Indonesia pembayar PPN 11-12 persen. Negara fasis yang punya lembaga macam dewan pers itu,” cetusnya sambil menambahkan bahwa di era saat ini, di zaman media berbasis digital, every citizen is journalist, semua warga negara adalah jurnalis.
“Dewan Pers sebaiknya dibubarkan. Tidak ada kontribusinya bagi pembangunan bangsa, malah menjadi batu sandungan bagi demokrasi yang inklusif. Di era digital saat ini, setiap warga negara adalah jurnalis, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945,” pungkasnya. (APL/Red)
#Editor: Syarif Al Dhin #