FGD PT Vale di Luwu Timur Ditengarai Ditunggangi Kepentingan: Citra, Kontrak, dan Kontroversi

Sorowako, Lemkiranews.id  – Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Membangun Mekanisme Partisipatif untuk Keberlanjutan” yang digelar PT Vale Indonesia Tbk pada 3–5 Oktober 2024 lalu, kembali menjadi sorotan tajam. Alih-alih murni memperjuangkan hak masyarakat lokal, forum ini justru ditengarai ditunggangi oleh kepentingan politik dan agenda tersembunyi.

Dibingkai sebagai ruang partisipatif yang melibatkan 36 lembaga, forum, dan organisasi dari empat wilayah pemberdayaan, penyelenggaraan FGD ini tampil dengan kemasan meyakinkan: kehadiran instansi pemerintah, kutipan regulasi nasional dan daerah, serta penyebutan dokumen AMDAL yang disusul arahan dari pejabat setempat. Sekilas, semua tampak serius dan terstruktur.

Namun, di balik tata acara yang rapi itu, keganjilan mulai bermunculan.

Alih-alih membuka ruang diskusi bebas, forum lebih terasa seperti pembacaan naskah yang telah disiapkan. Proses yang sejatinya memerlukan kajian mendalam justru diburu-buru, membuat banyak peserta hanya menjadi pendengar pasif — tanpa ruang negosiasi, tanpa peluang kritik yang nyata.

Pertanyaan mengemuka: Apakah FGD ini sungguh lahir dari aspirasi akar rumput, atau sekadar formalitas untuk melegitimasi pola kerja yang sudah diputuskan sebelumnya?

Lebih memperkuat kecurigaan, tindak lanjut dari hasil forum hingga kini tak kunjung jelas. Janji-janji partisipatif yang digulirkan selama FGD seolah menguap tanpa jejak.

Rekrutmen Misterius dan Konsentrasi yang Buyar

Kecurigaan publik semakin menguat saat di tengah berlangsungnya FGD, PT Vale tiba-tiba mengumumkan pembukaan lowongan kerja untuk posisi staff. Momentum ini langsung membuyarkan fokus banyak lembaga yang sedianya berupaya serius mengawal jalannya forum.

Tak lama kemudian, sejumlah posisi dikabarkan telah terisi secara cepat — diwarnai dugaan minimnya transparansi terkait siapa saja yang lolos seleksi dan melalui mekanisme apa. Muncul pertanyaan kritis:

Apakah FGD ini sengaja digelar untuk mengalihkan perhatian, sementara rekrutmen strategis berjalan tanpa pengawasan ketat?

Karir Melambung Usai FGD: Hadiah Tersembunyi?

Fenomena mencolok lainnya adalah promosi jabatan terhadap beberapa pihak yang terlibat langsung dalam pengaturan jalannya FGD. Mereka yang mengoordinasi forum, mengarahkan narasi diskusi, kini justru mendapatkan kenaikan posisi dalam struktur perusahaan.

Apakah ini bentuk “reward tersembunyi” atas keberhasilan mengamankan forum?

Dugaan itu kini beredar luas di kalangan aktivis, lembaga lokal, dan masyarakat terdampak.

Idealisme yang Terkapar di Tengah Prasangka

Lembaga-lembaga yang sejak awal berjuang murni atas nama idealisme kini menghadapi dilema berat. Mereka dipuji saat ada peserta lokal yang diterima bekerja, namun dihujat keras saat banyak lainnya tersingkir.

Seorang ketua lembaga yang turut terlibat dalam FGD dengan tegas membantah adanya politik “jatah”:

“TIDAK ADA ITU YANG NAMA NYA JATAH. Kami murni memperjuangkan masyarakat lokal terdampak, agar mendapatkan perhatian khusus dan memperbesar peluang mereka di sektor non-staff. Hasil FGD tetap menjadi acuan kami untuk mendorong penyetaraan kesempatan kerja, terutama di level kontraktor.”

Namun di tengah derasnya prasangka, suara pembelaan ini kerap tenggelam.

Citra, Kontrak, dan Kontroversi

Tak dapat dimungkiri, penyelenggaraan FGD PT Vale di Luwu Timur terjadi dalam konteks politik strategis: isu perpanjangan kontrak karya, pengalihan saham ke pemerintah daerah, hingga tuntutan peningkatan kontribusi terhadap pembangunan lokal. Situasi ini membuat forum seperti FGD menjadi arena rawan “perebutan pengaruh” — antara citra perusahaan, kepentingan elite politik, dan harapan masyarakat.

Pengamat kebijakan publik, Aditya Ramadhan, mengingatkan:

“Ada kecenderungan FGD digunakan untuk membangun persepsi positif perusahaan, sambil memperhalus resistensi terhadap kebijakan strategis seperti perpanjangan izin operasi.”

Senada, pengamat sosial Nurul Huda menekankan pentingnya membaca FGD dengan kacamata kritis:

“Masyarakat harus tahu isu apa yang sedang dipertaruhkan. Kalau tidak, FGD hanya akan jadi panggung sandiwara politik belaka.”

Forum Partisipatif atau Panggung Legitimasi?

Yang terjadi di FGD PT Vale ini seolah menyingkap tabir rapuhnya forum-forum partisipatif di sektor tambang.

Yang semestinya memperkuat keberdayaan masyarakat, justru berbalik menjadi batu loncatan karir bagi segelintir individu.

Transparansi berubah menjadi jargon. Keberpihakan kepada masyarakat lokal menjadi slogan kosong. Dan aktivis sejati kembali harus membayar mahal karena memilih bersuara di tengah sistem yang lebih menghargai kepatuhan daripada keberanian.

Masyarakat berhak tahu:

Siapa yang benar-benar memperjuangkan mereka, dan siapa yang hanya memperjuangkan dirinya sendiri. (Red)

Editor: Syarif Al Dhin

Syarif Aldin
Author: Syarif Aldin

Pos terkait