Peluncuran Danantara: Ambisi Besar Pengelolaan Aset Negara, Pakar Beri Peringatan

Jakarta -Lemkiranews.Id

Pemerintah Indonesia bersiap meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 Februari 2025 mendatang. Lembaga ini digadang-gadang menjadi superholding yang akan mengelola aset negara dengan nilai mencapai USD 600–900 miliar atau sekitar Rp 9.000–14.500 triliun. Presiden Prabowo Subianto menyebut bahwa Danantara akan menjadi kunci dalam pembangunan ekonomi nasional melalui investasi di sektor strategis, termasuk energi hijau, industri manufaktur, dan ketahanan pangan.

Namun, di balik ambisi besar ini, para pakar ekonomi mengingatkan sejumlah tantangan serius yang bisa menghambat efektivitas Danantara. Mulai dari kekhawatiran soal transparansi hingga potensi tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian BUMN, Danantara masih menyisakan berbagai tanda tanya.

Dalam pidatonya di World Governments Summit 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Danantara akan mengelola aset negara secara profesional dan transparan.

“Kita ingin Danantara menjadi pengelola investasi yang kuat, transparan, dan akuntabel. Ini bukan sekadar badan usaha, melainkan motor utama pembangunan Indonesia ke depan,” ujar Prabowo.

Pemerintah juga mengusulkan agar mantan presiden – termasuk Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Megawati Soekarnoputri – serta pemimpin organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah turut mengawasi Danantara. Langkah ini bertujuan memastikan pengelolaan aset negara tetap berada di jalur yang benar, Senin (17/2/2025).

Meskipun Danantara dianggap memiliki potensi besar, sejumlah pakar ekonomi memberikan peringatan terkait pengelolaannya.

1. Risiko Salah Kelola dan Kerugian Negara.

Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, menekankan bahwa pengelolaan Danantara harus berbasis profesionalisme dan prinsip investasi yang matang.

“Beberapa BUMN besar seperti Garuda Indonesia dan Jiwasraya mengalami kegagalan akibat mismanajemen. Jika Danantara tidak dikelola dengan baik, kita bisa melihat hal yang sama terjadi dalam skala lebih besar,” kata Prof. Anton.

Menurutnya, proyek yang didanai oleh Danantara harus melalui kajian kelayakan ekonomi yang ketat agar tidak menjadi beban keuangan negara di masa depan.

2. Potensi Konflik Kepentingan dan Lobi Politik.

Laporan dari Tempo mengungkapkan adanya manuver politik dalam pembentukan Danantara. Menteri BUMN Erick Thohir disebut-sebut melobi berbagai pihak untuk mengubah fungsi Danantara dalam revisi Undang-Undang BUMN, sementara Presiden Jokowi dilaporkan ikut mempertahankan wewenang Menteri BUMN dalam mengelola aset negara.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai hal ini berisiko menciptakan ketidakjelasan wewenang.

“Jika tidak ada batasan jelas antara kewenangan Danantara dan Kementerian BUMN, bisa terjadi tarik-menarik kepentingan yang justru merugikan negara,” ujarnya.

3. Dasar Hukum yang Belum Jelas.

Analisis dari Bisnis Indonesia menunjukkan bahwa ada ketidakjelasan regulasi terkait status hukum Danantara. Isu utama adalah bagaimana Danantara akan mengintegrasikan BUMN dan Indonesia Investment Authority (INA) ke dalam satu sistem yang efisien.

Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menyoroti pentingnya regulasi yang tegas sebelum Danantara mulai beroperasi.

“Jika status hukum Danantara tidak diperjelas sejak awal, kita bisa menghadapi masalah besar dalam jangka panjang, terutama dalam pengawasan dan akuntabilitasnya,” kata Bhima.

Danantara merupakan langkah ambisius dalam mengelola aset negara untuk pertumbuhan ekonomi. Jika berhasil, ini bisa menjadi instrumen investasi yang mampu mengurangi beban APBN dan menarik investor asing. Namun, tanpa transparansi, profesionalisme, dan regulasi yang kuat, Danantara berisiko menjadi pusat kekuasaan ekonomi yang tidak efektif dan rawan konflik kepentingan.

Pemerintah perlu segera menuntaskan isu-isu utama, termasuk:
– Memastikan pengelolaan profesional dengan standar investasi internasional,
– Membentuk mekanisme pengawasan independen yang kuat,
– Menghindari intervensi politik yang berlebihan,
– Menjaga keseimbangan antara Danantara dan Kementerian BUMN.

Dengan pengawasan yang baik, Danantara bisa menjadi kekuatan baru bagi perekonomian Indonesia. Namun, tanpa pengelolaan yang benar, ini bisa menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas keuangan negara. (Red)

Sumber Sekjen ADA API..M.IDRIS HADY.SE.

#Editor: Syarif Al Dhin #

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait