Wilson Lalengke Dukung Dedi Mulyadi: “Stop Kerja Sama Pemerintah dan Media, Itu Pelacuran Jurnalisme!”

Jakarta, LemkiraNewsID – Ketegangan antara kalangan pers dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), akibat pernyataannya soal tidak perlunya kerja sama pemerintah dengan media, justru mendapat dukungan mengejutkan dari tokoh pers nasional. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA., menyatakan setuju dan mendukung penuh sikap KDM.

Dalam pernyataan resminya yang diterima redaksi, Wilson yang juga alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu menilai bahwa gagasan Dedi Mulyadi adalah langkah berani yang sejalan dengan semangat reformasi pers dan pembenahan ekosistem informasi nasional.

“Saya setuju dan dukung penuh pernyataan KDM soal perlunya pemimpin terbuka dan transparan, menyampaikan berbagai informasi apapun melalui media, baik online maupun media sosial. Dan saya setuju agar tidak ada lagi kerja sama pemerintah dengan media-media,” tegas Wilson.

Wilson menyebut praktik kerja sama antara media dan pemerintah selama ini adalah bentuk penyimpangan sistemik yang telah mencoreng marwah jurnalisme. Ia bahkan menyebutnya sebagai bentuk “pelacuran media” ke dalam sistem kekuasaan.

“Media bukan humas pemerintah. Yang terjadi saat ini adalah pernikahan gelap antara media dan kekuasaan. Kerja sama itu telah membuat media kehilangan fungsi kontrol dan justru jadi kaki tangan mafia anggaran,” ujarnya tajam.

Bacaan Lainnya

Ia menyinggung media-media yang telah terverifikasi Dewan Pers, namun justru terlibat dalam praktik penyalahgunaan anggaran dan pemerasan institusi. Menurutnya, media yang mestinya mengontrol kekuasaan kini justru menjadi bagian dari sistem korupsi.

Dalam analisisnya, Wilson menilai lanskap jurnalistik telah berubah. Kekuasaan informasi kini berada di tangan masyarakat luas melalui media sosial dan citizen journalism.

“Pola jurnalistik telah bergeser sejak 25 tahun lalu. Kini pewarta warga dan netizen jauh lebih berdampak dibanding media konvensional yang hanya mengejar advertorial,” kata Wilson.

Ia mengajak publik untuk tidak lagi menganggap media yang terverifikasi atau memiliki sertifikat Dewan Pers sebagai satu-satunya sumber informasi yang sah. Sebaliknya, kualitas dan dampak informasi, menurutnya, harus menjadi tolok ukur utama.

Wilson juga menyinggung kondisi keuangan negara yang sedang sulit. Dalam situasi demikian, anggaran untuk “menyuap” media melalui kerja sama pemberitaan dianggap tidak masuk akal dan tidak memiliki urgensi publik.

“Kerja sama media itu hanya bentuk lain dari pengemis profesional. Wartawan sejati seharusnya independen, bukan menunggu jatah proyek dari pemerintah,” tegasnya.

Membantah tudingan bahwa Dedi Mulyadi melanggar Undang-Undang Pers, Wilson menyatakan tidak ada satu pasal pun yang dilanggar oleh pernyataan gubernur tersebut.

“Justru KDM sedang mendorong kebebasan pers yang sehat, dengan melepaskan ketergantungan media terhadap anggaran negara,” ujarnya.

Namun pernyataan KDM juga menuai kritik keras dari kalangan media, termasuk Direktur Media Informa Indonesia, Doni Ardon, dan Wakil Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Irwan Awaluddin. Mereka menilai pernyataan KDM berpotensi melemahkan peran pers dan melanggar semangat UU Pers.

Doni Ardon menekankan bahwa kerja sama media memiliki kontribusi terhadap fiskal negara dan keberlanjutan industri pers yang legal.

“Pers adalah pilar demokrasi. Jangan disamakan dengan konten kreator yang tidak tunduk pada kode etik dan akuntabilitas hukum,” kata Doni.

Sementara Irwan Awaluddin menuding KDM tengah menjalankan konflik kepentingan, dengan memperkuat personal branding melalui media sosialnya sendiri, namun justru melemahkan media resmi.

“KDM seolah ingin monopoli penyebaran informasi, dan itu berbahaya bagi demokrasi,” tegas Irwan.

Polemik ini menyingkap luka lama dunia pers: ketergantungan media terhadap anggaran negara, sertifikasi palsu moralitas, dan lemahnya peran Dewan Pers. Menurut Wilson Lalengke, inilah saatnya jurnalisme kembali kepada fungsinya yang murni: menyuarakan kebenaran tanpa pamrih.

“Jika ada wartawan yang marah terhadap pernyataan KDM, saya kira itu bentuk ketakutan kehilangan akses. Tapi wartawan sejati tidak hidup dari proposal. Mereka hidup dari integritas,” pungkas Wilson. (SAD/Red)

 

Abd. Rahman
Author: Abd. Rahman

Pos terkait