Makassar-Lemkiranews.Id
Sebuah video yang memperlihatkan momen dramatis penangkapan eks calon Bupati Sinjai, Hj Nursanti, viral di media sosial. Dalam video tersebut, Nursanti tampak berteriak histeris dan menolak untuk dibawa oleh polisi yang sudah mengepungnya.
“Bukan ka teroris, Pak! Bukan ka pencuri!” teriak Nursanti dengan suara lantang saat aparat berusaha membawanya, seperti yang dikutip pada Minggu (9/3/2025).
Penangkapan tersebut dilakukan setelah Hj Nursanti sempat ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Sulawesi Selatan (Sulsel). Ia diduga terlibat dalam kasus penipuan dan penggelapan yang membuatnya masuk dalam surat daftar pencarian orang nomor: DPO/II/I/RES.1.11/2025/Ditreskrimum.
“Betul, Nursanti masuk DPO Polda Sulsel,” ujar AKBP Yerlin Kate kepada awak media pada Selasa (25/2/2025).
Penangkapan yang berlangsung dramatis tersebut menarik perhatian publik, terutama karena Nursanti terus berteriak bahwa dirinya tidak pantas dijemput paksa.
Hj Nursanti dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Pasal 378 KUHP mengatur tentang tindak pidana penipuan dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
Pasal 372 KUHP mengatur tentang tindak pidana penggelapan dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
Kasus ini pun menuai beragam reaksi dari warganet yang turut memperdebatkan tindakan aparat dan sikap Hj Nursanti. Hingga kini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus yang menjerat Nursanti.
Farid Mamma, SH., M.H. & Amiruddin, SH
Kasus kerjasama pertambangan yang melibatkan H. Nur Santi dan H. Junaidi kini memasuki tahap penyelidikan intensif di Polda Sulawesi Selatan. Dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Claro Makassar pada Jumat (7/8/25), H. Nur Santi, melalui kuasa hukumnya Amiruddin SH (Partner), dengan tegas membantah tuduhan penipuan yang diarahkan padanya. Ia menegaskan bahwa tuduhan terkait penjualan hasil tambang adalah tidak berdasar, mengingat penjualan tersebut bahkan belum terjadi. Fokus utama dalam kasus ini, menurut Amiruddin, adalah kelalaian fatal yang dilakukan oleh PT Enerstell dalam menjalankan kewajibannya, yang akhirnya merugikan banyak pihak.
Kasus ini bermula dari perjanjian kerja sama antara H. Nur Santi sebagai subkontraktor di bawah PT Enerstell. Pelapor, H. Junaidi dan H. Ambo, menuduh H. Nur Santi melakukan penipuan terkait tingginya biaya operasional dan penjualan hasil tambang. Namun, kuasa hukum H. Nur Santi menegaskan bahwa kliennya tidak bertanggung jawab atas masalah tersebut. Permasalahan utama terjadi setelah proyek tersebut diambil alih (takeover) oleh PT GNI tanpa melibatkan subkontraktor yang sebelumnya bekerja di bawah PT Enerstell, termasuk H. Nur Santi. Akibatnya, hasil tambang yang sudah siap untuk dijual tidak diakui oleh PT GNI, sehingga proses penjualannya terganggu dan tertunda.
Farid Mamma, SH., M.H. Mengecam Kelalaian PT Enerstell.
Dalam konferensi pers hari minggu, pengacara kondang Farid Mamma, SH., M.H. (9/3/25), secara terbuka mengecam kelalaian yang dilakukan oleh PT Enerstell. “Yang menjadi korban dalam kasus ini adalah klien kami, karena PT Enerstell secara ceroboh dan tidak profesional mengelola alih proyek ini. Kami sama sekali tidak dilibatkan dalam pengambilalihan yang dilakukan oleh PT GNI, yang menyebabkan hilangnya kesempatan penjualan hasil tambang. PT Enerstell yang seharusnya bertanggung jawab atas masalah ini,” tegas Farid Mamma. (Red)
#Editor:Syarif Al Dhin#