Swasembada Pangan: Mimpi yang Retak di Bawah Bayang-bayang Tanah dan Rantai Makanan yang Beracun

Opini .Penulis : Aliyuddin, S.Pd.

Sinjai – Lemkiranews.Id

Swasembada pangan adalah cita-cita luhur yang telah lama menjadi fokus kebijakan negara. Namun, di balik kemegahan target kemandirian pangan, tersembunyi ironi besar: rusaknya struktur tanah dan terganggunya rantai makanan akibat penggunaan pupuk dan pestisida sintetis serta perubahan iklim yang kian tak menentu. Masalah ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga ancaman bagi ketahanan pangan itu sendiri.

Tanah yang telah Kehilangan Jiwa. Pupuk dan pestisida sintetis yang digunakan secara masif telah merusak struktur tanah. Organisme tanah, seperti cacing dan mikroba, yang seharusnya menjaga kesuburan tanah, kini terancam punah. Tanah yang dahulu gembur dan kaya nutrisi berubah menjadi keras dan tandus. Akibatnya, produktivitas lahan terus menurun meski dosis pupuk terus meningkat.

Al-Qur’an menyebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 205: “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan.” Ayat ini memperingatkan manusia agar tidak merusak keseimbangan alam, termasuk tanah sebagai sumber kehidupan.
Terputusnya Rantai Makanan. Pestisida sintetis yang meresap ke lingkungan juga telah memutus rantai makanan alami. Predator alami hama pertanian, seperti burung dan serangga, semakin sulit bertahan hidup. Selain itu, residu pestisida di tanaman mengancam kesehatan konsumen, baik manusia maupun hewan ternak.
Kembali ke Alam untuk mengatasi kerusakan ini, solusi jangka panjang harus mengedepankan pendekatan organik dan alami, melibatkan beberapa langkah:

1. Pupuk Organik dan Kompos
Penggunaan pupuk organik dari bahan alami, seperti kompos dan pupuk kandang, membantu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan populasi mikroorganisme yang bermanfaat.2. Pengendalian Hama dengan Musuh Alami

Memperkenalkan musuh alami hama, seperti predator dan parasit, mampu menjaga keseimbangan ekosistem tanpa merusak lingkungan.

3. Peraturan yang Mendukung
Pemerintah perlu memperkuat regulasi melalui perundang-undangan. Misalnya, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dioptimalkan untuk mendorong praktik pertanian berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan pada bahan kimia sintetis.4. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat

Program penyuluhan dan edukasi bagi petani mengenai manfaat pertanian organik sangat diperlukan. Petani harus diberikan insentif untuk beralih ke metode ramah lingkungan.

Panggilan Moral dan Religius. Dalam perspektif Islam, manusia diberi tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya…” Mengembalikan kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem bukan hanya tanggung jawab ekologis, tetapi juga amanah spiritual.

Menuju Kedaulatan Pangan Berkelanjutan. Mencapai swasembada pangan tidak boleh mengorbankan masa depan lingkungan. Dengan beralih ke pertanian organik dan mengandalkan kekuatan alam, kita dapat mengembalikan kesuburan tanah dan memperbaiki rantai makanan yang rusak. Semua ini hanya dapat terwujud dengan sinergi antara kebijakan pemerintah, peran aktif masyarakat, dan kesadaran religius untuk menjaga bumi sebagai amanah dari Sang Pencipta.(Tim RDK)

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait