Seorang Warga Kelurahan Mangasa Mengaku Berkas PLTS Disembunyikan oleh Oknum Lurah karena Tidak Memberi Uang Pelicin

  1. Makassar – LemkiraNews.ID
    Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang sejatinya bertujuan memberikan kepastian hukum atas tanah secara adil dan merata, kembali tercoreng dengan dugaan penyimpangan oleh oknum aparat kelurahan. Kali ini, tudingan datang dari seorang warga Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, yang mengaku berkas permohonannya untuk program PLTS tahun 2023  tidak diproses karena enggan memberi “uang pelicin”.

Warga yang tidak ingin identitasnya diungkapkan kepada Lemkiranews.id menyebut, dirinya mengalami kesulitan dalam mengakses program PTSL akibat sikap diskriminatif yang ditunjukkan oleh Lurah Mangasa, Ilham Arfah.S.Stp. Warga tersebut menuding, berkas permohonannya untuk mengikuti program PTSL sengaja tidak diteruskan ke ATR/BPN karena tidak memberikan sejumlah uang yang diduga menjadi “uang pelicin”.

“Warga yang kasih uang pelicin, itu yang diproses. Sementara saya tidak kasih apa-apa, malah berkas saya didiamkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menyayangkan alasan lurah yang menyebut warga tidak berhak ikut PTSL karena tidak berkas kurang Lengkap Namun Sumber tersebut kembali melengkapi berkas nya sesuai, mekanisme .

Lebih lanjut Sumber tersebut menjelaskan, bahwa program PTSL ini dari tahun 2023 lalu, dan akhirnya berkas ditarik kembali dari Kantor Lurah Mangasa,dan nyaris terjadi keributan saat ini tegasnya.

Padahal, menurut berbagai sumber hukum, syarat program PTSL hanya mewajibkan bahwa pemohon merupakan Warga Negara Indonesia (WNI), tanpa membatasi secara khusus berdasarkan domisili di kelurahan tertentu.

Ketika dikonfirmasi melalui aplikasi WhatsApp pada Kamis (24/7) lalu, Lurah Mangasa, Ilham Arafah .S.Stp Alumni SMAN 2 Enrekang, justru menelpon balik awak media dan berusaha menebak identitas sumber berita. Ia menyebut bahwa sumber yang dimaksud merupakan pemilik agen BRI Link di Jalan Moa-Moa Raya. Namun, jurnalis Lemkiranews.id menegaskan bahwa pihaknya tetap menjunjung tinggi prinsip kerahasiaan narasumber sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Dalam percakapan selanjutnya, Lurah Ilham Arfan mengatakan bersedia bertemu di kantor kelurahan pada Senin, 28 Juli 2025. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada kelanjutan konfirmasi dari pihak Lurah Mangasa terkait dugaan tersebut.

Sebagai informasi, PTSL merupakan program nasional dari Kementerian ATR/BPN yang dirancang untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan sertifikat tanah secara sistematis dan terjangkau. Program ini diharapkan dapat memberikan:

– Kepastian hukum atas tanah milik warga.

– Mengurangi potensi sengketa tanah.

– Meningkatkan nilai ekonomi tanah karena telah bersertifikat.

– Mempermudah akses warga terhadap pembiayaan melalui sertifikat yang dapat dijadikan jaminan ke lembaga keuangan.

Namun, jika pelaksanaannya disusupi oleh praktik pungutan liar dan sikap diskriminatif aparatur pemerintah, maka misi mulia program ini terancam kehilangan legitimasi di mata masyarakat.

Seorang tokoh masyarakat di Kelurahan Mangasa mengungkapkan kekecewaannya dan dipublikasikan kembali oleh redaksi pada Selasa (29/7/2025).

“Bagaimana warga bisa percaya dengan pemerintah jika hal seperti ini dibiarkan terjadi? Seharusnya program ini bebas dari pungli dan perlakuan tidak adil.”

Sikap lurah yang menolak mengikutsertakan warga dalam program PTSL karena alasan domisili, juga menuai pertanyaan. Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, tidak ada ketentuan spesifik yang menyatakan bahwa pemohon harus ber-KTP di lokasi tanah yang dimohonkan. Selama tanah tersebut dikuasai secara sah dan tidak dalam sengketa, maka seharusnya dapat diajukan untuk sertifikasi.

Terkait pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), aturan dan dasar hukum undang-undang serta peraturan pelaksana yang menjadi acuan utama, khususnya terkait hak masyarakat, kewenangan lurah/kepala desa, dan larangan pungutan liar:

Dasar Hukum Utama PTSL dari Beberapa Sumber Media

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

Pasal 19 ayat (1): Mengatur kewajiban pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia.

Pasal 19 ayat (2): Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat mengenai hak atas tanah.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria

Mengatur percepatan pendaftaran tanah dan redistribusi lahan dalam rangka pemerataan akses tanah dan keadilan agraria.

3. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap

Inilah regulasi teknis utama untuk pelaksanaan PTSL di lapangan.

Pasal 2 ayat (1): Semua bidang tanah wajib didaftarkan melalui PTSL.

Pasal 3: Pendaftaran PTSL dapat dilakukan atas nama perorangan (WNI), tanpa keharusan domisili harus sesuai lokasi tanah.

Pasal 13 – 17: Mengatur peran Panitia A, termasuk lurah/kepala desa, dalam membantu proses verifikasi data yuridis dan fisik.

Tidak ada ketentuan yang memperbolehkan penolakan karena KTP luar wilayah.

Tidak diperbolehkan pungutan liar. Hanya biaya operasional sukarela non-pemaksaan seperti materai, patok, dan konsumsi ringan yang dibolehkan secara kolektif oleh kesepakatan warga.

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 12 huruf e: Setiap pejabat publik yang menyalahgunakan jabatan dengan cara memaksa atau meminta imbalan dalam urusan pelayanan publik bisa dikenai pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda.

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Pasal 17 dan 18: Melarang pungutan di luar ketentuan hukum.

Pelayanan publik harus non-diskriminatif, terbuka, dan tidak boleh meminta imbalan di luar ketentuan resmi.

Hak Warga Negara :

6. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1)

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.”

Ini menjadi dasar konstitusional bahwa seluruh warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama, termasuk dalam program PTSL, tanpa diskriminasi domisili atau kemampuan ekonomi.

Tidak ada dasar hukum yang membenarkan penolakan pengajuan PTSL hanya karena pemohon tidak ber-KTP di wilayah kelurahan tersebut, selama ia WNI dan menguasai tanah secara sah.

Tidak diperbolehkan adanya pungutan liar atau “uang pelicin”. Jika ditemukan, hal tersebut dapat dilaporkan ke aparat penegak hukum atau Ombudsman RI sebagai bentuk maladministrasi.

Kasus ini memperlihatkan perlunya pengawasan lebih ketat dari instansi terkait terhadap pelaksanaan PTSL di lapangan, serta pentingnya pelibatan masyarakat dalam mengawasi jalannya program. Jika benar terdapat unsur pungli dan diskriminasi, maka tindakan hukum terhadap oknum yang terlibat harus segera dilakukan.

LemkiraNewsID akan terus mengawal isu ini dan meminta klarifikasi resmi dari pihak Kelurahan Mangasa dan Kecamatan Tamalate maupun Kantor ATR/BPN Kota Makassar. (RR/Red)

#Editor: Syarif Al Dhin#

Abd. Rahman
Author: Abd. Rahman

Pos terkait