PPATK Dinilai Cidera Janji, Nasabah BRI Unit Sultra Menjerit: KA Unit BRI Lapai Ikut Prihatin

Kolaka Utara Lasusua,Lemkiranews.Id

Lemkiranews.id — Polemik pemblokiran rekening nasabah oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali memantik sorotan publik. Kali ini, sorotan datang dari wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra), tepatnya di Unit Bank Rakyat Indonesia (BRI) Lapai, Kabupaten Kolaka Utara, setelah seorang nasabah bernama Rustam mengeluhkan pemblokiran rekeningnya tanpa kejelasan tindak lanjut.

Kisah ini bermula pada Mei 2025, ketika Rustam, warga Desa Sipakainge, Lingkungan 1 Olo-Oloho, Kecamatan Pakue, mengajukan permohonan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp40 juta di BRI Unit Lapai dengan jaminan sertifikat rumah miliknya. Permohonan tersebut disetujui dan pada Juni 2025, dana sebesar Rp10 juta telah ditransfer ke rekening Rustam. Namun, sisa dana sebesar Rp30 juta tidak dapat ditarik, karena rekeningnya mendadak diblokir.

“Saya sangat kecewa. Ini dana untuk usaha, tapi malah dibekukan tanpa pemberitahuan yang jelas. Saya bukan koruptor,” ungkap Rustam dengan nada kesal saat ditemui wartawan di kediamannya akhir Juni lalu.

Rustam mengaku telah menjadi nasabah BRI Unit Lapai sejak tahun 2020 hingga 2023, dan selama itu ia selalu melunasi kewajiban pinjamannya. Sayangnya, loyalitas tersebut tak menjamin kenyamanan layanan saat ia membutuhkan dana segar untuk usaha di tahun 2025 ini.

Setelah beberapa kali mendatangi kantor BRI Unit Lapai, Rustam akhirnya bertemu langsung dengan Kepala Unit (KA Unit) Erwin pada 6 Juli 2025. Dalam wawancaranya bersama wartawan, Erwin menjelaskan bahwa pemblokiran rekening tersebut dilakukan secara otomatis oleh PPATK lantaran rekening Rustam dianggap pasif selama tiga tahun terakhir.

“Kami dari pihak BRI juga merasa prihatin. Ini bukan hanya Rustam, banyak nasabah lain juga mengalami hal serupa, termasuk pengusaha burung walet. Padahal dana itu sangat penting untuk perputaran ekonomi lokal,” kata Erwin.

Erwin menyebut bahwa mekanisme pemblokiran sementara oleh PPATK dilakukan melalui sistem, dan sebagai tindak lanjut, pihaknya sudah mengarahkan Rustam untuk mengisi formulir keberatan melalui aplikasi Henti Sementara milik PPATK.

Sementara itu, dalam siaran pers yang dikutip media Kompas pada 7 Juli 2025, PPATK menyatakan bahwa penghentian sementara transaksi dilakukan selama maksimal lima hari kerja, dan dapat diperpanjang paling lama lima belas hari kerja. Nasabah yang terkena blokir diminta mengisi formulir keberatan, melakukan profiling ulang ke pihak bank, serta melampirkan dokumen pendukung seperti KTP, buku tabungan, dan surat keberatan resmi.

Namun fakta di lapangan berbicara lain. Sudah lebih dari dua minggu berlalu sejak formulir dikirimkan, namun rekening Rustam masih saja terblokir. Ini yang kemudian dinilai masyarakat sebagai “cidera janji” dari pihak PPATK.

“Saya ikuti prosedur, saya isi formulir, datang ke bank, bahkan diliput media. Tapi sampai hari ini tidak ada kepastian. PPATK ingkar janji!” tegas Rustam dengan penuh emosi.

Kekecewaan Rustam menjadi potret nyata bagaimana lembaga negara seharusnya tidak hanya tegas dalam pencegahan tindak pidana keuangan, tapi juga sigap dalam merespons kebutuhan masyarakat kecil yang terdampak kebijakan tersebut.

Jika dibiarkan, kasus Rustam bisa menjadi preseden buruk bagi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional, khususnya di tengah upaya pemerintah mendorong percepatan akses pembiayaan melalui program KUR.

Kasus pemblokiran rekening seperti yang dialami oleh Rustam, berikut adalah aturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan PPATK serta perlindungan terhadap nasabah:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU)

Pasal-Pasal Penting:

– Pasal 44 Ayat (1):
PPATK dapat menghentikan sementara transaksi yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang, untuk jangka waktu paling lama 5 hari kerja.

– Pasal 44 Ayat (2):
Jika diperlukan, PPATK dapat memperpanjang masa penghentian sementara transaksi tersebut selama 15 hari kerja.

– Pasal 45 Ayat (1):
Setelah masa penghentian berakhir, rekening harus dikembalikan kepada nasabah, kecuali telah diminta oleh penyidik untuk keperluan hukum.

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (juga merujuk UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Konvensional)

Pasal 40 UU Perbankan:
Bank wajib merahasiakan data dan informasi nasabah, kecuali untuk keperluan tertentu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Pemblokiran rekening tanpa dasar hukum yang jelas atau tanpa prosedur yang transparan dapat melanggar asas perlindungan konsumen dan asas keadilan dalam pelayanan publik.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 4 (Hak Konsumen):
Nasabah sebagai konsumen jasa keuangan memiliki hak atas:

– Kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa,

– Informasi yang benar, jelas, dan jujur,

– Diperlakukan atau dilayani secara benar dan tidak diskriminatif.

4. Peraturan PPATK dan Peraturan OJK Terkait

Peraturan Kepala PPATK No. 13 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penghentian Sementara Transaksi dan Pemblokiran Aset.

POJK No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan.

Pemblokiran rekening oleh PPATK sah secara hukum jika terdapat indikasi kuat terhadap tindak pidana pencucian uang.

Namun, jika PPATK tidak memberikan kejelasan atau memperpanjang pemblokiran secara sewenang-wenang, maka hal itu berpotensi melanggar hak konstitusional nasabah dan dapat menjadi objek gugatan perdata atau pengaduan ke Ombudsman dan OJK.

Redaksi Lemkiranews.id masih menunggu respons lanjutan dari PPATK dan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas. Sebab di balik saldo yang terblokir, ada harapan, usaha, dan kelangsungan hidup masyarakat kecil yang tidak boleh diabaikan. (Red)

#Editor: Syarif Al Dhin.#

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait