Makassar-Lemkiranews.Id
Dunia pendidikan Sulawesi Selatan kembali diwarnai polemik serius. Sebanyak 144 siswa kelas XII SMA Negeri 17 Makassar dipastikan tidak bisa mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Penyebabnya? Kelalaian kepala sekolah yang dinilai abai dalam memastikan data akademik siswa terdaftar dengan benar, Kamis (6/2/2025).
Sementara itu, di tempat lain, SMKN 3 Kabupaten Takalar juga mengalami masalah serius. Kepala sekolahnya dituding arogan dan memanipulasi data Dapodik, sehingga memicu protes besar dari para guru. Uniknya, respons terhadap dua kasus ini justru menunjukkan perbedaan mencolok dalam penegakan sanksi terhadap kepala sekolah.
144 Siswa SMA 17 Makassar Gagal SNBP: Kesalahan Fatal?
Kasus yang terjadi di SMA 17 Makassar menjadi pukulan telak bagi ratusan siswa dan orang tua mereka. SNBP merupakan jalur masuk perguruan tinggi negeri yang sangat diandalkan, terutama bagi siswa dengan prestasi akademik unggul. Namun, karena kelalaian pihak sekolah, kesempatan emas ini lenyap begitu saja.
*Apa yang sebenarnya terjadi?*
🔹 Kepala sekolah diduga tidak memastikan data siswa yang akan mengikuti SNBP terinput dengan benar dalam sistem.
🔹 Akibatnya, 144 siswa tidak masuk dalam daftar eligible, yang berarti mereka otomatis gagal mengikuti SNBP tanpa alasan yang jelas.
🔹 Para orang tua dan siswa sangat kecewa, karena kesalahan ini bukan berasal dari mereka, melainkan kelalaian pihak sekolah.
Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan tegas terhadap kepala sekolah SMA 17 Makassar. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat dan pemerhati pendidikan: Mengapa kasus ini dibiarkan begitu saja?
Cepatnya Sanksi untuk Kepsek SMKN 3 Takalar, Ada Diskriminasi?
Di tempat lain, Kasus SMKN 3 Kabupaten Takalar menunjukkan respons yang sangat cepat dari Dinas Pendidikan Sulsel.
*Apa yang terjadi di SMKN 3 Takalar?*
🔹 Kepala sekolah dinilai arogan dan melakukan manipulasi data Dapodik, yang berujung pada kerugian bagi siswa dan guru.
🔹 Para guru melakukan aksi protes ke Kantor Cabang Dinas Wilayah VII pada 24 Februari 2025, menuntut kejelasan dan tindakan tegas.
🔹 Di hari yang sama, kepala sekolah langsung dicopot (nonjob), dan Kepala Dinas Pendidikan Sulsel Andi Iqbal Najamuddin segera menunjuk Plh untuk mengisi kekosongan jabatan.
Cepatnya tindakan dalam kasus ini justru memunculkan pertanyaan soal perlakuan yang berbeda terhadap SMA 17 Makassar. Mengapa kasus di Takalar bisa langsung direspons, sementara kelalaian yang lebih fatal di Makassar seolah dibiarkan?
*Apakah Ada Diskriminasi dalam Penegakan Sanksi?*
Perbedaan perlakuan terhadap dua kasus ini memicu spekulasi adanya ketidakadilan dalam sistem pengawasan dan penegakan aturan di Dinas Pendidikan Sulsel.
– Di SMKN 3 Takalar, begitu ada laporan protes dari guru, kepsek langsung dicopot dalam hitungan jam.
– Di SMA 17 Makassar, meskipun 144 siswa kehilangan hak SNBP, belum ada tindakan nyata terhadap kepala sekolah yang bertanggung jawab atas kelalaian ini.
Banyak pihak menilai bahwa jika kepala sekolah SMKN 3 Takalar bisa langsung disanksi, maka kepala sekolah SMA 17 Makassar juga harus mendapat tindakan tegas. Jika tidak, ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Sulawesi Selatan.
*Desakan Evaluasi dan Transparansi Dinas Pendidikan Sulsel*
Dengan adanya ketidakadilan dalam penerapan sanksi ini, masyarakat menuntut Dinas Pendidikan Sulsel segera mengambil langkah-langkah berikut:
– Segera lakukan evaluasi terhadap kepala sekolah SMA 17 Makassar dan berikan sanksi sesuai dengan tingkat kelalaiannya.
– Pastikan semua kepala sekolah di Sulawesi Selatan diperlakukan secara adil, tanpa tebang pilih dalam pemberian sanksi.
– Tingkatkan sistem pengawasan terhadap pengelolaan data akademik siswa, agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
– Berikan solusi bagi 144 siswa yang gagal SNBP, misalnya dengan membuka jalur alternatif untuk mereka masuk PTN.
Tanpa tindakan konkret dan transparan dari Dinas Pendidikan Sulsel, kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan bisa semakin menurun. Jika memang ada kelalaian atau penyalahgunaan wewenang, maka sanksi harus diberikan secara adil tanpa diskriminasi.
Kasus ini menyoroti bagaimana perlakuan terhadap pelanggaran dalam dunia pendidikan masih belum merata. Jika kepala sekolah di Takalar bisa langsung dicopot karena masalah internal, maka tidak ada alasan bagi kepala sekolah SMA 17 Makassar untuk tetap dibiarkan meskipun akibatnya jauh lebih fatal bagi siswa.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari Dinas Pendidikan Sulsel. Apakah ada keberanian untuk menegakkan keadilan? Atau kasus ini hanya akan berlalu tanpa pertanggungjawaban yang jelas? (Red)
Penulis Kuli Tinta Organisasi Persatuan Pewarta Wartawan Indonesia (PPWI)
#Editor: Syarif Al Dhin#