Komisi I DPR RI Desak Pemerintah Selamatkan Nasib Wartawan dari Gempuran Medsos

Jakarta, LemkiraNewsID – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja media kian meluas. Di tengah derasnya arus informasi dari media sosial (medsos) yang tak terbendung, banyak perusahaan pers kini megap-megap menjaga keberlanjutan operasional, bahkan tak sedikit yang gulung tikar. Fenomena ini mendapat sorotan tajam dari Komisi I DPR RI.

Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal MI menyuarakan keprihatinan mendalam atas kesejahteraan para jurnalis dan pekerja media yang kini dirumahkan hingga diberhentikan. Ia menilai, lemahnya regulasi terhadap platform digital global menjadi penyebab utama kian terpuruknya industri pers nasional.

“Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mesti segera berkoordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menyelamatkan industri pers. Leluasa dan liarnya media sosial yang berjalan tanpa aturan telah menggerus pasar iklan media konvensional,” tegas Syamsu Rizal atau akrab disapa Deng Ical, Rabu (9/7).

Menurutnya, kehadiran media sosial tanpa saringan juga menjadi ladang keuntungan bagi para konten kreator dan buzzer yang abai terhadap etika informasi. Akibatnya, kualitas informasi yang beredar di masyarakat pun menjadi tak terkendali.

“Kita perlu menyusun platform digital versi Indonesia. Harus berbasis budaya, menjunjung etika, dan mampu melindungi data pribadi masyarakat. Tidak bisa terus bergantung pada platform asing yang tidak peduli dengan ekosistem pers lokal,” tambah mantan Wakil Wali Kota Makassar itu.

Syamsu Rizal mengungkapkan hasil resesnya menunjukkan banyak perusahaan pers tidak sanggup lagi menggaji wartawan. Penyebab utamanya adalah berkurangnya pendapatan iklan, yang kini lebih banyak lari ke platform digital global seperti Google, Facebook, dan TikTok.

“Banyak media online tumbuh, tapi tidak mampu bersaing karena regulasi tidak hadir. Media cetak, daring, radio hingga televisi pun kini terbatas daya jangkaunya karena arus informasi yang dikuasai medsos.”

Menyikapi kondisi ini, Komisi I DPR RI mendesak agar revisi sejumlah regulasi segera dipercepat. Termasuk di dalamnya, Undang-Undang Pers, Undang-Undang Penyiaran, serta aturan turunan lainnya yang dinilai sudah tidak relevan dengan tantangan zaman.

Senada, TB Hasanuddin, anggota Komisi I DPR RI lainnya juga menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan wartawan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Komdigi, Dewan Pers, KPI, dan KIP di Kompleks Parlemen Senayan, ia mengingatkan bahwa insan pers adalah ujung tombak demokrasi yang kini terancam tergusur.

“Pers adalah pilar keempat demokrasi. Kalau wartawannya kelaparan, maka demokrasi itu cacat. Negara harus turun tangan seperti halnya kita memperjuangkan kesejahteraan prajurit TNI,” kata Hasanuddin.

Ia menyoroti dominasi pengusaha media dalam industri pers, yang menurutnya kerap menimbulkan benturan antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik. Celakanya, wartawan kerap menjadi korban ketimpangan tersebut.

“Sudah saatnya semua pemangku kepentingan—pemerintah, DPR RI, dan pelaku industri media—duduk satu meja untuk mencari solusi konkret. Wartawan butuh perlindungan, jaminan kesejahteraan, dan pengakuan atas peran strategis mereka.”

Merosotnya daya saing media arus utama akibat dominasi medsos tanpa aturan tidak boleh terus dibiarkan. Komisi I DPR RI kini menggulirkan inisiatif untuk mendorong regulasi yang adaptif, sekaligus memperkuat posisi pers nasional sebagai benteng informasi yang kredibel.

Apakah pemerintah akan bergerak cepat menyelamatkan masa depan jurnalis dan pers Indonesia, atau justru membiarkan mereka terkubur dalam hiruk-pikuk algoritma digital?

Waktunya bukan lagi berbicara, tapi bertindak. (Red)

Syarif Aldin
Author: Syarif Aldin

Pos terkait