Kepala Sekolah Bukan Lagi Jabatan .Titipan ini .Aturan Barunya di 2025!

Oleh: Syarif Al Dhin

Makassar -Lemkiranews.Id

Tahun 2025 membawa angin segar (dan bagi sebagian, mungkin badai) ke dunia pendidikan Indonesia. Lewat Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025, pemerintah memutuskan: cukup sudah era kepala sekolah jadi jabatan “titipan”, sekadar rotasi politik, atau hadiah loyalitas. Sekarang, siapa pun yang ingin duduk di kursi kepala sekolah harus betul-betul siap lahir batin—dan punya rekam jejak yang jelas.

Kalau dulu jabatan kepala sekolah bisa saja diberikan kepada guru yang senior, kini kinerja dua tahun terakhir jadi syarat utama. Artinya, hanya guru yang berprestasi dan terbukti berkinerja baik yang bisa dilirik.

Lebih dari itu, pengalaman manajerial minimal dua tahun juga diwajibkan. Jadi, tidak cukup hanya pintar mengajar—calon kepala sekolah harus bisa memimpin, mengelola tim, dan aktif di organisasi pendidikan.

Salah satu poin menarik dari aturan baru ini adalah larangan rotasi sebelum dua tahun masa tugas selesai. Praktik rotasi cepat—yang sering kali tanpa dasar objektif dan cenderung politis—sekarang resmi diblokir.

Kepala sekolah wajib menyelesaikan masa tugas minimal dua tahun di sekolah tempat ia diangkat, sebelum bisa dipindahkan ke tempat lain. Ini untuk memastikan bahwa kepala sekolah benar-benar menyelesaikan program dan tidak “kabur” di tengah jalan.

Kepemimpinan itu soal tanggung jawab, bukan soal mobilitas semata.

Yang lebih tegas lagi: pendanaan khusus bisa dihentikan jika kepala sekolah tidak memenuhi target atau melalaikan tanggung jawabnya. Ini bukan gertakan, tapi bagian dari mekanisme reward and punishment.

Pendanaan yang bisa dicabut termasuk pelatihan, program pengembangan kapasitas, hingga tunjangan tertentu. Tujuannya jelas: tidak ada uang negara untuk pemimpin sekolah yang malas atau asal-asalan.

Meski regulasi ini tampak ideal, implementasinya tetap menantang. Evaluasi yang obyektif, bebas dari tekanan politik lokal, dan didukung oleh sistem pembinaan yang kuat—itulah kuncinya. Tanpa itu, aturan seketat apa pun bisa tumpul di lapangan.

Pertanyaannya sekarang: apakah kepala-kepala dinas di daerah juga siap berubah? Karena keberhasilan aturan ini bukan cuma soal siapa yang duduk di kursi kepala sekolah, tapi juga siapa yang menilai dan mengawasi mereka.

Dengan aturan baru ini, kepala sekolah tidak bisa lagi hanya menjadi “admin sekolah” atau pemungut laporan guru. Ia harus hadir sebagai pemimpin perubahan: inspiratif, strategis, dan paham betul ke mana sekolahnya akan dibawa.

Jadi, bagi para guru yang bercita-cita jadi kepala sekolah, siapkan kinerja dan pengalamanmu mulai sekarang. Karena 2025 menuntut lebih dari sekadar senioritas—yang dibutuhkan adalah kualitas.(Redaksi)

_Catatan : Sebuah artikel media opini untuk rubrik edukasi atau kolom pendapat di media online_

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait