Oleh : Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr. Opsla.
Jakarta – Lemkiranews.Id
Kasus Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) semakin memanas. Kali ini, Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi), konglomerat Agung Sedayu Group Sugiyanto Kusuma alias Aguan, serta sejumlah tokoh politik dan korporasi digugat secara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Gugatan ini diajukan oleh 20 pihak sekaligus, termasuk enam purnawirawan TNI berpangkat Kolonel dan satu purnawirawan TNI berpangkat Brigjen, yang menilai proyek ini telah melanggar hukum dan merugikan negara.
Para tergugat tidak hanya mencakup Jokowi dan Aguan, tetapi juga mantan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua APDESI Maskota HJS, CEO Salim Group Anthony Salim, serta perusahaan-perusahaan terkait, yakni PT Pantai Indah Kapuk II Tbk, PT Kukuh Mandiri Lestari, dan Kementerian Keuangan RI.
Gugatan ini menyoroti bahwa proyek PIK 2, yang sebagian ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), diduga telah menyebabkan kerugian negara dalam jumlah fantastis—Rp 612 triliun! Kuasa hukum para penggugat, Ahmad Khozinudin, menegaskan bahwa gugatan ini bukan untuk kepentingan pribadi para penggugat, melainkan demi kepentingan negara.
“Kami meminta Majelis Hakim menetapkan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum atas pelaksanaan proyek Pantai Indah Kapuk 2. Tuntutan Rp 612 triliun ini bukan untuk kami, tetapi harus dikembalikan kepada negara melalui Kementerian Keuangan RI,” ujar Khozinudin.
Dasar Hukum yang Menguatkan Gugatan
Gugatan terhadap Jokowi, Aguan, dan pihak lainnya memiliki dasar hukum yang kuat, mencakup berbagai aspek hukum terkait tata kelola negara, keuangan, hingga pengelolaan lingkungan. Beberapa pasal yang dapat menjadi pijakan dalam kasus ini adalah :
1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3)
• “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
• Jika proyek PIK 2 terbukti merampas hak rakyat dan nelayan, maka ini melanggar prinsip pengelolaan sumber daya alam untuk kepentingan nasional.
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
• Melarang segala bentuk penguasaan perairan secara ilegal yang berpotensi mengganggu hak masyarakat pesisir dan nelayan.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Jika proyek PIK 2 terbukti menyebabkan kerusakan ekosistem dan lingkungan pesisir tanpa kajian yang sah, maka ada dasar hukum kuat untuk menuntut ganti rugi kepada negara.
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Jika ditemukan adanya penyalahgunaan wewenang atau praktik kolusi antara pemerintah dan korporasi dalam proyek ini, maka KPK wajib turun tangan.
5. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
• “Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan pelakunya mengganti kerugian tersebut.”
• Ini memperkuat gugatan perdata yang diajukan terhadap para tergugat.
Semangat Bela Negara: Gugatan oleh Para Purnawirawan TNI
Langkah hukum ini bukan sekadar tuntutan materiil, tetapi merupakan bagian dari semangat “Bela Negara” yang dilakukan oleh para penggugat. Kehadiran enam purnawirawan TNI berpangkat Kolonel dan satu purnawirawan berpangkat Brigjen dalam gugatan ini menjadi simbol bahwa pertahanan negara tidak hanya dilakukan dengan senjata, tetapi juga dengan “menegakkan kedaulatan hukum”.
“Bela Negara” bukan hanya tentang menjaga perbatasan, tetapi juga memastikan bahwa aset negara dan hak-hak rakyat tidak dirampas oleh segelintir oligarki yang bekerja sama dengan oknum penguasa. Dengan menggugat proyek PIK 2, para penggugat menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk melawan penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan keadilan ditegakkan.
Tahapan Proses Hukum yang Harus Dijalankan
Setelah gugatan ini didaftarkan, ada beberapa langkah hukum yang harus diikuti :
1. Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
• Majelis Hakim akan memeriksa berkas gugatan dan memanggil pihak tergugat untuk memberikan jawaban.
2. Pembuktian dan Penyelidikan oleh Aparat Penegak Hukum
• Jika ada indikasi unsur pidana seperti korupsi atau penyalahgunaan wewenang, maka KPK dan Kejaksaan Agung wajib turun tangan.
3. Audit Proyek oleh BPK dan KPK
• Harus ada audit menyeluruh terhadap aliran dana proyek ini untuk memastikan apakah ada penyimpangan keuangan negara.
4. Putusan Pengadilan
Jika Majelis Hakim memutuskan bahwa para tergugat bersalah, maka proyek PIK 2 dapat dihentikan, dan kerugian negara sebesar Rp 612 triliun harus dikembalikan.
Kesimpulan: Momen Kritis bagi Penegakan Hukum di Indonesia
Gugatan terhadap Jokowi, Aguan, Airlangga, dan pihak lainnya adalah “ujian besar bagi supremasi hukum di Indonesia”. Jika kasus ini ditangani dengan transparan dan sesuai dengan asas keadilan, maka ini akan menjadi preseden positif bagi demokrasi dan perlindungan aset negara.
Sebaliknya, jika gugatan ini diabaikan atau dipolitisasi, maka ini akan semakin memperburuk kepercayaan rakyat terhadap sistem hukum di Indonesia. Rakyat menunggu, apakah hukum benar-benar akan ditegakkan atau justru dibiarkan menjadi alat untuk melindungi kepentingan segelintir elite?
“Bela Negara bukan hanya kewajiban para prajurit di medan perang, tetapi juga kewajiban setiap warga negara untuk menegakkan keadilan. Gugatan ini adalah salah satu bentuk perjuangan untuk Indonesia yang lebih berdaulat dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan”.( Tim Red)