Jakarta -Lemkiranews.Id
Di DKI dulu ramai blusukan,
Naik becak, cek selokan.
Di Jawa Barat gaya dilanjutkan,
Bansos vasektomi, jalan kaki digaungkan.
Dari Solo ke Purwakarta kabar menyebar,
Gaya serupa, janji terdengar.
Wahai rakyat, mari belajar,
Jangan terpesona, lihat yang benar.
Langkah-langkah kebijakan yang diambil Gubernur Dedi Mulyadi belakangan ini memunculkan satu pola yang jelas: serba spontan, buru-buru, dan lebih mementingkan viralitas ketimbang substansi. Di tengah riuh sorak media sosial, kita perlu menilai ulang — apakah yang dilakukan ini benar-benar membawa manfaat, atau hanya mempertebal pencitraan?
1. Vasektomi untuk Bansos: Ide Liar yang Salah Sasaran
Usulan agar vasektomi menjadi syarat bansos sontak memantik reaksi keras. Komnas HAM menyebutnya melanggar hak asasi, MUI menyebutnya haram bila dipaksakan. Alih-alih berfokus pada perbaikan ekonomi warga miskin, gagasan ini malah mengalihkan perhatian publik pada isu kontroversial, tanpa dasar kajian yang kuat. Sensasi? Jelas. Solusi? Jauh panggang dari api.
2. Jalan Kaki ke Sekolah: Lupa Jalanan Masih Lumpur
Imbauan berjalan kaki ke sekolah demi kesehatan terdengar mulia, tapi apa gunanya jika infrastruktur di lapangan memprihatinkan? Di Cianjur, puluhan pelajar terpaksa nyeker melewati jalan rusak. Alih-alih memoles gaya hidup sehat, yang muncul justru potret kemiskinan infrastruktur yang diabaikan. Lagi-lagi, yang dipoles: wajah luar, bukan akar masalahnya.
3. Barak Militer untuk Anak Nakal: Didik atau Menindas?
Mengirim anak-anak “nakal” ke barak militer mungkin terdengar tegas, tapi banyak pengamat menyebut ini langkah salah arah. Anak-anak butuh pendekatan humanis, bukan gaya represi Orde Lama. Bukannya memperbaiki sistem pendidikan atau layanan psikososial, kebijakan ini malah menampar akal sehat.
Kesimpulan: Berhenti Terkecoh, Lihat yang Nyata
Kebijakan-kebijakan Dedi Mulyadi terlihat seperti pentas dadakan, tanpa aturan jelas, tanpa payung hukum yang kokoh, tanpa perencanaan yang matang. Semua seakan berpacu dengan kamera, bukan dengan kebutuhan rakyat.
Saatnya warga Jawa Barat (dan Indonesia pada umumnya) berhenti silau pada panggung pencitraan. Kita perlu pemimpin yang bekerja tenang, menyusun kebijakan dengan kepala dingin, bukan pemimpin yang sibuk bilang uhuy sambil berharap jadi trending topic.(Tim)
Jajang Nurjaman
Koordinator Center for Budget Analysis (CBA)