Dana Desa Cair, Mahasiswi “Dipesan”: Skandal Sunyi di Balik Layar Pejabat Desa

Makassar, LemkiraNewsID — Dunia akademik dan moral publik tercoreng setelah pengakuan mengejutkan datang dari seorang mahasiswi di Makassar. Perempuan muda berinisial RH (20) mengungkap dirinya telah menjadi pekerja seks komersial (PSK) online yang rutin “dibooking” oleh oknum kepala desa, terutama saat pencairan dana desa dari pemerintah pusat.

“Pakde itu langganan saya. Biasanya datang setelah pencairan dana desa. Sekali booking bisa tiga hari,” tutur RH, mahasiswi semester lima di salah satu kampus ternama di Makassar, seperti dikutip dari laporan Selasar.co, Jum’at (11/7).

RH mengaku menjajakan diri melalui aplikasi MiChat. Ia mengungkap beberapa pelanggannya berasal dari berbagai kabupaten di Sulawesi Selatan. Uniknya, sebagian besar di antaranya adalah kepala desa aktif, yang kerap menggunakan uang negara untuk memuaskan hasrat pribadi.

“Biasanya datangnya musiman, sekitar enam bulan sekali. Tapi waktu datang, ya bawa duit banyak,” ungkapnya.

Pengakuan RH menyingkap realitas baru: prostitusi digital kini merambah hingga ke meja kekuasaan desa. Praktik ini makin sulit dilacak karena dilakukan secara tersembunyi lewat aplikasi, dengan pembayaran tunai dari anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa.

Dugaan ini mempertegas persoalan lama: penyalahgunaan dana desa, yang saban tahun mencapai lebih dari Rp70 triliun secara nasional. Ironisnya, aparat yang seharusnya menjaga amanah justru memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi, bahkan transaksi seks.

Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. M. Tahir L., menilai kasus ini harus ditangani serius.

“Kalau benar dana desa digunakan untuk aktivitas seperti ini, maka sudah masuk ranah korupsi. Bisa dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi, karena dana negara diselewengkan untuk kegiatan pribadi,” jelasnya.

Menurutnya, aparat penegak hukum wajib turun tangan. “Bukan hanya RH yang diperiksa, tapi pelanggannya juga harus dibuka. Jangan sampai ini jadi dosa berantai yang dibiarkan,” tambahnya.

Kisah RH tak hanya menggambarkan sisi gelap perilaku pejabat desa, tapi juga kegagalan negara dalam melindungi generasi muda. Mahasiswa sebagai agen perubahan, justru terjerembab dalam sistem sosial-ekonomi yang menjerat.

“Saya kerja begini bukan karena suka, tapi karena tuntutan biaya kuliah dan hidup,” kata RH dengan nada getir.

Kasus ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi KPK, Inspektorat Daerah, dan Kemendesa untuk melakukan audit menyeluruh atas penggunaan dana desa. Skandal seperti ini tak boleh dianggap aib pribadi semata, tapi cermin kegagalan tata kelola dan pengawasan.

Ketika dana desa yang harusnya membiayai pembangunan, pendidikan, dan kesejahteraan, justru bocor ke kamar hotel dan transaksi haram, maka masalah bangsa bukan cuma defisit anggaran, tapi defisit moral para pemangku kepentingan.

Lembaga penegak hukum diminta tak tinggal diam. Karena jika kepala desa jadi pelanggan PSK, siapa yang masih bisa jadi panutan di kampung? (SAD/Red)

Redaksi mengingatkan: Tulisan ini bukan untuk menghakimi individu, tapi untuk mengungkap sisi lain dari penyalahgunaan anggaran publik. Identitas RH dan pelaku lainnya dilindungi demi etika jurnalistik.

 

 

Syarif Aldin
Author: Syarif Aldin

Pos terkait