JENEPONTO, Lemkiranews.id — Insiden kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jalan Poros Jeneponto, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 27 April 2025 lalu, berbuntut panjang. Salah satu wartawan media sorotanpublic.com menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja Kanit Penegakan Hukum (Gakkum) Satlantas Polres Jeneponto, yang dinilai tidak profesional dan terkesan memihak salah satu pihak dalam penanganan perkara tersebut.
Kronologi Insiden :
Kecelakaan melibatkan sebuah mobil Toyota Rush yang dikemudikan oleh Saparing Dg. Andi, seorang jurnalis, bersama rekannya Haris, wartawan sorotanpublic.com, dan beberapa anggota keluarga yang melaju dari arah Bantaeng. Saat mencoba mendahului kendaraan yang hendak belok kiri masuk ke Lorong Tabah, mobil tersebut sudah menyalakan lampu sein kanan dengan kecepatan rendah (20 km/jam).
Dari arah berlawanan, sebuah sepeda motor Yamaha NMax yang dikendarai Mulyadi justru tetap melaju tanpa mengurangi kecepatan, meski mobil telah memberikan isyarat dan membunyikan klakson. Akibatnya, motor tersebut menabrak bagian depan mobil yang sudah dalam posisi hampir berhenti.
“Saya sudah rem dan berhenti. Tapi pengendara motor tetap menabrak kami,” ungkap Dg. Andi.
Setelah tabrakan terjadi, Haris yang berada di lokasi langsung menunjukkan kepedulian sosial dengan membantu mengevakuasi korban ke rumah sakit terdekat. Bahkan ia turut mendampingi keluarga korban dalam pengurusan administratif dan klaim Jasa Raharja, meskipun diketahui Mulyadi, sang pengendara motor, tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) saat kejadian.
“Walau dia tidak punya SIM, kami tetap bantu. Yang penting mereka ditangani dulu secara medis,” ujar Haris.
Kinerja Kanit Dipertanyakan
Kekecewaan muncul ketika pihak keluarga pengemudi mobil dan tim media sorotanpublic.com mendatangi Satlantas Polres Jeneponto untuk menindaklanjuti kasus ini. Mereka menilai pernyataan dan sikap Kanit Gakkum, Ipda Abdullah, tidak objektif dan terkesan melindungi pengendara motor, meskipun sudah jelas tidak memiliki SIM saat kecelakaan terjadi.
“Korban (Mulyadi) kami lihat sendiri baru mengurus SIM tujuh hari setelah kejadian. Tapi anehnya, penyidik malah membenarkan bahwa dia punya SIM saat kejadian. Di ruang Gakkum, kebenaran itu terbongkar saat Mulyadi sendiri mengakui baru datang untuk urus SIM,” ujar Dg. Mile, wartawan investigasi sorotanpublic.com.
Kritik dan Tuntutan dari Aktivis
Kasus ini pun menjadi sorotan kalangan aktivis di Jeneponto. Sahier, kader HMI yang juga pengurus SPMP, menyayangkan lemahnya pemahaman hukum dari aparat kepolisian.
“Setiap pengendara wajib memiliki SIM. Hal itu jelas diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas. Tidak bisa dibenarkan jika penyidik mengabaikan fakta ini,” tegasnya.
Selain itu, keluarga pengemudi mobil juga mempertanyakan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diterima, yang menyatakan adanya dugaan kelalaian dari pengemudi mobil berdasarkan Pasal 310 ayat 1 dan 2 KUHP tentang kecelakaan yang menyebabkan luka ringan dan kerusakan kendaraan.
“Di mana letak kelalaian kami? Kami sudah nyalakan lampu sein, sudah rem, dan dalam posisi melambung sesuai aturan,” keluh Dg. Andi.
Yang lebih mencengangkan, pihak keluarga mengaku diminta uang damai hingga Rp.50 juta oleh oknum penyidik, yang kemudian diturunkan menjadi Rp.25 juta dengan alasan korban tidak ingin berdamai.
“Kami heran, apakah ini penegakan hukum atau jual beli perkara? Jika terbukti terjadi cacat prosedur dan penyalahgunaan wewenang, kami meminta Kapolres Jeneponto dan Kapolda Sulsel untuk segera mencopot jabatan Kanit Gakkum Ipda Abdullah,” tegas Haris.
Menanggapi polemik ini, Syarif Al Dhin, pengamat jurnalistik dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), menyayangkan apabila benar telah terjadi pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus kecelakaan oleh aparat lalu lintas Polres Jeneponto.
“Apabila ada dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh pihak Kanit Penegakan Hukum (Gakkum) Satlantas Polres Jeneponto dan jajarannya, maka hal ini dapat dilaporkan ke Ombudsman dan Propam Polda Makassar,” tegas Syarif.
Ia juga menambahkan bahwa transparansi dan keadilan harus menjadi prinsip utama dalam setiap penegakan hukum, terutama jika menyangkut keselamatan masyarakat dan integritas institusi kepolisian. (Tim/Redaksi)
#editor: Syarif Al Dhin