Jakarta-Lemkiranews.Id
Presiden Prabowo Subianto memanggil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana serta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo ke Istana Negara pada awal pekan ini. Pemanggilan ini terjadi di tengah sorotan publik atas kebijakan pemblokiran rekening dormant (rekening tidak aktif) yang memicu kegaduhan luas di masyarakat.
Dalam tayangan YouTube CNBC Indonesia yang diunggah pada Senin lalu (29/7), terungkap bahwa Presiden Prabowo Subianto meminta klarifikasi langsung kepada dua pucuk pimpinan lembaga keuangan strategis tersebut, menyusul reaksi keras masyarakat atas pemblokiran sepihak sejumlah rekening bank dengan dalih mendukung kebijakan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Rekening-rekening yang diblokir oleh sejumlah bank nasional, termasuk milik masyarakat kecil dan pelaku usaha, diduga masuk kategori dormant berdasarkan laporan sistem deteksi perbankan. Namun, kebijakan pemblokiran tersebut memunculkan pertanyaan publik karena tidak melalui proses pemberitahuan dan verifikasi yang memadai kepada pemilik rekening.
“Kami diminta melaporkan prosesnya, regulasinya, serta skema koordinasi antar lembaga,” ujar Ivan Yustiavandana usai pertemuan, seperti dikutip dari tayangan tersebut.
Lebih lanjut, Ivan menegaskan bahwa PPATK tidak serta-merta memerintahkan pemblokiran rekening, tetapi bekerja dalam koridor Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan hanya memberikan rekomendasi berdasarkan analisis transaksi mencurigakan.
Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa perbankan diminta memperkuat prinsip Know Your Customer (KYC) dan Customer Due Diligence (CDD) agar kebijakan perlindungan sistem keuangan tidak justru menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah.
“Presiden mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap masyarakat agar tidak dirugikan akibat interpretasi kebijakan yang keliru,” jelas Perry.
Polemik pemblokiran rekening ini mencuat setelah muncul berbagai keluhan masyarakat yang mengaku tidak bisa mengakses dana mereka tanpa alasan yang jelas. Beberapa nasabah bahkan menemukan rekening mereka diblokir karena dinilai tidak aktif selama lebih dari satu tahun, padahal masih digunakan untuk keperluan tertentu seperti simpanan gaji, pembayaran cicilan, atau rekening usaha.
Isu ini pun menjadi perhatian luas di media sosial dan memunculkan spekulasi mengenai potensi pelanggaran hak nasabah serta penyalahgunaan wewenang oleh bank-bank pelat merah.
Pakar hukum perbankan dan perlindungan data pribadi menilai, dalam konteks ini, bank harus berhati-hati agar tidak melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan prinsip kehati-hatian perbankan sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya menyatakan bahwa Istana sedang mempelajari keluhan masyarakat dan akan mendorong evaluasi lintas lembaga jika ditemukan indikasi pelanggaran prosedur.
Sementara itu, Komisi XI DPR RI juga menjadwalkan pemanggilan terhadap otoritas perbankan dan PPATK untuk dimintai penjelasan lebih lanjut dalam rapat kerja yang akan datang. (Red)
Catatan Redaksi: Polemik pemblokiran rekening dormant ini membuka ruang diskusi penting antara perlindungan sistem keuangan negara dan hak warga negara atas akses keuangan yang adil. Pemerintah, melalui Presiden, menunjukkan komitmennya untuk menjaga keseimbangan antara pengawasan transaksi mencurigakan dan keadilan bagi masyarakat luas.( Tim/ Red)
#Editor: Syarif Al Dhin.Anngota PPWI#