Prabowo dan Narasi Jokowi Jilid 3: Suara Rakyat, Keadilan, dan Kebebasan

Oleh: Progressive Rock & Metal

Jakarta – Lemkiranews.Id

Jika manusia gagal untuk mendamaikan keadilan dan kebebasan, ia gagal dalam segala hal.” – Albert Camus

Narasi dalam sebuah lagu yang di kumandangkan Chanel YouTube @Suara Rakyat di buat dalam sebuah lagu tentang Presiden Prabowo Subianto sebagai “Jokowi Jilid 3” terus bergema di tengah masyarakat. Meski telah resmi menjabat sebagai Presiden ke -8 Indonesia, langkah politik dan kebijakan Prabowo kerap dianggap sebagai kelanjutan dari era Joko Widodo. Namun, apakah tudingan ini beralasan, atau hanya sekadar spekulasi yang dibumbui dengan kekecewaan politik?

Politik Kebebasan dan Bayangan Keadilan

“Damai tanpa keadilan adalah tirani,” tulis William Allen White, yang seakan menggambarkan situasi politik Indonesia pasca Pilpres 2024. Dengan mempertahankan mayoritas menteri kabinet Jokowi, Prabowo menghadapi kritik bahwa ia sekadar melanjutkan warisan politik pendahulunya, bukan membawa arah baru yang dijanjikan.

Langkah ini memunculkan tanda tanya: apakah Prabowo benar-benar mewakili kebebasan politik dan perubahan, atau justru menjadi simbol stabilitas yang dibangun di atas kompromi keadilan? Para aktivis menilai, tanpa pembenahan struktur pemerintahan, Prabowo berisiko mengabaikan mandat rakyat yang menginginkan reformasi mendalam.

Isu Laut Natuna dan Diplomasi Cina

“Kebebasan dan keadilan tidak bisa dipecah-pecah untuk disesuaikan dengan kenyamanan politik,” kata Coretta Scott King. Isu Laut Natuna Utara menjadi ujian terbesar bagi klaim Prabowo sebagai pemimpin yang menjaga kedaulatan bangsa.

Kunjungan luar negeri pertama Prabowo ke Cina dan penandatanganan sembilan poin kerja sama strategis, termasuk di wilayah Laut Cina Selatan, memicu kekhawatiran soal independensi kebijakan luar negeri Indonesia. Para pengamat mempertanyakan: apakah kebijakan ini murni diplomasi ekonomi, atau ada tekanan geopolitik yang membatasi kebebasan politik Indonesia?

Kabinet dan Struktur Kekuasaan

“Keadilan adalah jumlah dari semua kewajiban moral,” ujar William Godwin. Namun, mempertahankan 70 persen menteri dari era Jokowi dan tidak segera mengganti Panglima TNI, Kapolri, serta Jaksa Agung dinilai bertentangan dengan semangat perubahan. Kritik ini semakin tajam ketika beberapa menteri yang dipertahankan terlibat dalam kontroversi.

Langkah ini memunculkan paradoks: Prabowo ingin dikenang sebagai pembawa perubahan, tetapi kebijakannya justru menempatkannya sebagai perpanjangan tangan Jokowi.

Suara Rakyat yang Tak Tergantikan

Di tengah narasi “Jokowi Jilid 3,” suara rakyat tetap menjadi elemen utama dalam menjaga keseimbangan demokrasi. Prabowo diharapkan mendengar aspirasi publik yang menginginkan keadilan dan kebebasan berjalan beriringan, tanpa ada yang dikorbankan demi kenyamanan politik.

Rakyat tidak meminta kesempurnaan, tetapi menginginkan keberanian moral untuk melawan tirani dalam segala bentuknya. Karena, seperti kata Albert Camus, kegagalan mendamaikan keadilan dan kebebasan adalah kegagalan yang sesungguhnya.

Apakah pemerintahan Prabowo mampu membawa harapan baru, atau hanya menjadi bayang-bayang masa lalu? Suara rakyat adalah suara kebenaran, yang akan terus bergema hingga keadilan dan kebebasan benar-benar terwujud. (**)

16 Januari 2025.

#Editor:Syarif Al Dhin.

 

Sumber: https://youtu.be/3kfsIqFK6so?si=IyFjtpahg3jlW9ZG

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait