Ketika Guru Tidak Siap, Jutaan Anak Berkebutuhan Khusus Terabaikan oleh Sistem Pendidikan Indonesia

Makassar – Lemkiranews.Id

Siswa berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memerlukan dukungan tambahan dalam proses pembelajaran karena perbedaan fisik, intelektual, emosional, sosial, atau kondisi lainnya yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar secara optimal dalam lingkungan pendidikan standar.

Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pada 2022, prevalensi disabilitas pada anak usia 5-19 tahun di Indonesia mencapai 3,3% dari total populasi dalam rentang usia tersebut. Ini berarti ada lebih dari 2 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia.
Data Kementerian Pendidikan,

Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) per Desember 2023 menunjukkan bahwa hanya 40.164 sekolah di Indonesia yang memiliki siswa berkebutuhan khusus. Dari jumlah tersebut, total siswa berkebutuhan khusus yang terdaftar hanyalah 135.946 siswa, yang merupakan bagian kecil dari keseluruhan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Masalah menjadi semakin kompleks dengan fakta bahwa hanya 14,83% sekolah yang memiliki guru pembimbing khusus.

Pendidikan inklusif di sekolah umum adalah jawaban atas rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berbeda dengan sistem di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang sepenuhnya terfokus pada anak dengan disabilitas tertentu. Dengan mengintegrasikan siswa berkebutuhan khusus di sekolah umum, pendidikan menjadi lebih inklusif, mengurangi stigma, dan menciptakan lingkungan belajar yang menghargai keberagaman. Ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa berkebutuhan khusus, tetapi juga bagi siswa lainnya dalam mengembangkan empati dan keterampilan sosial.

Pendidikan inklusif bertujuan menciptakan lingkungan belajar yang merangkul keberagaman, di mana semua siswa, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus, dapat belajar bersama dalam satu kelas. Konsep ini mempromosikan kesetaraan dan menghapus stigma diskriminasi. Namun, penerapannya di sekolah umum masih jauh dari ideal.

Rendahnya pemahaman guru tentang siswa berkebutuhan khusus, keterbatasan jumlah guru pembimbing khusus, serta sistem kurikulum dan penilaian yang belum akomodatif menjadi penghambat signifikan. Diperparah dengan minimnya manajemen dan pengetahuan kepala sekolah serta kurangnya respon pengawas sekolah.

Untuk mengatasi keterbatasan pemahaman dan jumlah guru pembimbing khusus dalam menerapkan pendidikan inklusif di sekolah umum, dibutuhkan pendekatan sistematis dan kolaboratif. Diperlukan pelatihan menyeluruh dengan memanfaatkan teknologi, menyederhanakan kurikulum dan penilaian agar sesuai dengan kemampuan siswa, serta pelibatan orang tua siswa dalam sistem pembelajaran dan penilaian.
Pendidikan inklusif adalah sebuah tantangan, juga peluang untuk membangun sistem pendidikan yang benar-benar mencerminkan nilai kesetaraan. Penyederhanaan kurikulum, meningkatkan kapasitas guru, dan sistem penilaian yang lebih adaptif, kita bisa memastikan bahwa setiap anak, apapun kebutuhannya, memiliki kesempatan yang sama untuk sukses.
Pendidikan inklusif di Indonesia bukan lagi sekadar pilihan, tetapi sebuah keharusan. Apakah pemerintah berkomitmen dalam kesetaraan pendidikan generasi emas, dengan pendidikan yang adil untuk semua, atau hanya sekedar janji politik?.Tim/Rdk)

Senin 24 Desember 2024

Andi Aliyudin.S.Pd.

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait