Luwu, LemkiraNewsID — Pemerintah Desa Bonelemo, Kecamatan Bajo Barat, Kabupaten Luwu, resmi melayangkan surat pemberitahuan kepada Bupati Luwu terkait larangan melintas bagi kendaraan dan peralatan berat milik PT Masmindo Dwi Area (MDA). Larangan ini diberlakukan mulai tanggal 14 Juli 2025, dan berlaku hingga ada kesepakatan tertulis antara perusahaan dengan pihak desa dan perwakilan warga.
Dalam surat resmi bernomor 240/DS-B/KBB/VII/2025, yang ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Bonelemo, Baso, SH, disebutkan bahwa sejumlah titik jalan di wilayah Bonelemo mengalami kerusakan serius. Kerusakan tersebut mencakup jalan berlubang dan area yang terancam longsor, yang diduga kuat diakibatkan oleh aktivitas mobilisasi alat berat tambang milik PT Masmindo.
“Kami tidak memberi izin Mobilisasi Peralatan Tambang PT Masmindo Dwi Area (MDA) melintas di Desa Bonelemo terhitung sejak tanggal 14 Juli 2025,” demikian kutipan tegas dari surat tersebut.
Larangan ini bukan tanpa dasar. Pemerintah desa dan warga mengaku sudah berulang kali mendengar janji dari pihak perusahaan terkait perbaikan jalan, namun hingga kini belum juga terealisasi. Jalan yang rusak bukan hanya mengganggu akses transportasi warga, tapi juga menghambat distribusi hasil pertanian dan kebutuhan pokok.
“Larangan ini dibuat untuk memastikan janji Perusahaan untuk melakukan perbaikan jalan yang rusak dapat direalisasikan agar aktivitas warga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terganggu,” lanjut isi surat tersebut.
Surat tersebut juga ditembuskan ke berbagai pemangku kepentingan, termasuk:
1. Camat Bajo Barat,
2. Kapolsek Bajo Barat,
3. Danposramil Bajo Barat.
Langkah ini menunjukkan bahwa Pemerintah Desa Bonelemo ingin membangun koordinasi dan pengawasan yang melibatkan semua unsur pemerintahan, agar tuntutan warga tidak diabaikan dan tidak berujung konflik horizontal.
Warga Desa Bonelemo mendukung penuh langkah tegas Kepala Desa. Beberapa tokoh masyarakat menyebut bahwa selama ini pihak perusahaan cenderung menggunakan jalur desa tanpa mempertimbangkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur sosial yang ditimbulkan.
“Kami tidak anti-investasi, tapi jangan sampai rakyat hanya kebagian debu dan jalan rusak,” ujar seorang warga dengan nada kecewa.
Hingga berita ini diturunkan, diharapkan ada pernyataan resmi dari pihak PT Masmindo Dwi Area (MDA) terkait larangan ini. Namun jika larangan ini tidak ditanggapi dengan dialog dan solusi konkret, bukan tidak mungkin penolakan dari desa-desa lain di sekitar konsesi tambang akan menyusul.
Aturan undang-undang yang mengatur larangan dan permintaan perbaikan jalan oleh pemerintah desa kepada perusahaan tambang, seperti dalam kasus Pemerintah Desa Bonelemo terhadap PT Masmindo Dwi Area (MDA):
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal-pasal penting:
Pasal 26 ayat (4) huruf c:
“Kepala Desa berkewajiban menjaga ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa”.
Pasal 26 ayat (4) huruf f:
“Kepala Desa berkewajiban melestarikan lingkungan hidup di desa”.
Pasal 26 ayat (4) huruf i:
“Kepala Desa berkewajiban memelihara prasarana dan sarana pelayanan umum di desa”.
“Ini memberi landasan hukum bagi kepala desa untuk melarang aktivitas perusahaan tambang jika merusak infrastruktur desa atau mengganggu ketertiban umum”.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 69 ayat (1) huruf a:
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pasal 70 ayat (1):
“Masyarakat berhak berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk memberi masukan dan menyatakan keberatan atas kegiatan yang berpotensi merusak”.
” Memberi hak kepada warga dan pemerintah desa untuk menyuarakan keberatan dan menghentikan sementara aktivitas yang merusak jalan dan lingkungan”.
3. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) (dan yang diperbarui melalui UU Cipta Kerja).
Pasal 96C (hasil revisi UU Cipta Kerja):
Pemegang izin usaha pertambangan wajib:
“melakukan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sarana umum di sekitar wilayah tambang.”
Pasal 145:
” Pemegang IUP wajib memperbaiki kerusakan sarana umum akibat kegiatan pertambangan”.
“Artinya, perusahaan wajib memperbaiki jalan yang rusak akibat mobilisasi alat berat, bukan menjadi beban masyarakat atau pemerintah desa”.
4. PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal 226 ayat (1):
” Kegiatan usaha wajib menyusun dan melaksanakan dokumen lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) yang memuat rencana pengelolaan dampak terhadap infrastruktur sosial (termasuk jalan desa)”.
Jika dalam dokumen lingkungan tidak mencantumkan kewajiban memperbaiki jalan, AMDAL tersebut cacat administratif dan dapat digugat.
5. Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Desa
Jika ada kerja sama pemanfaatan jalan desa oleh pihak ketiga (perusahaan), maka harus:
– Disepakati dalam musyawarah desa, dan
– Ditetapkan melalui perjanjian tertulis.
Ini memperkuat posisi Desa Bonelemo untuk menolak mobilisasi alat berat sampai ada kesepakatan tertulis.
Desa Bonelemo berhak melarang mobilisasi alat berat PT Masmindo jika:
– Aktivitas itu merusak infrastruktur,
– Tidak ada kompensasi atau perbaikan,
– Tidak ada kesepakatan tertulis yang sah,
– Dan telah menimbulkan keresahan sosial.
Langkah ini legal dan sah secara hukum, sesuai dengan prinsip otonomi desa dan perlindungan lingkungan. (SDA/Red)
Catatan Redaksi:
Surat dari Desa Bonelemo ini mencerminkan kekhawatiran mendalam masyarakat terhadap dampak tambang terhadap infrastruktur desa. Perusahaan tambang berskala besar seperti PT Masmindo perlu lebih serius dalam membangun kepercayaan publik — tidak hanya dengan janji, tetapi dengan komitmen yang dibuktikan secara nyata.