Banjarbaru, Lemkiranews.id – Suasana Kamis sore (3/4/2025) di Tugu Nol Kilometer Banjarbaru memanas. Ratusan massa dari berbagai organisasi pers, mahasiswa, dan aktivis hak asasi manusia memenuhi ruang publik ikonik tersebut. Seruan demi seruan bergema, menyuarakan satu tuntutan yang sama: keadilan transparan untuk almarhumah Juwita, jurnalis muda yang tewas tragis diduga dibunuh oleh oknum anggota TNI AL, Jumran.
Aksi yang dikemas dalam format “Kamisan” itu menjadi momen penting dalam perjalanan perjuangan mencari keadilan. Di tengah lautan massa dan spanduk protes, sosok Faisal – Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPD-PPWI) Kalimantan Selatan – berdiri lantang di depan barisan komando.
“Saya selaku Sekretaris DPD PPWI Kalsel secara khusus langsung diamanahi oleh Ketum kami di DPN PPWI Pusat, Bapak Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA., untuk mengawal kasus ini setransparan mungkin bersama para jurnalis yang ada di Kalsel!” teriak Faisal, atau yang akrab disapa Ichal Iloenx, pemilik media online iloenxnews.com.
Seruan tersebut bukan sekadar ucapan. Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA., yang sekaligus Alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI tahun 2012 dan juga tokoh nasional yang dikenal vokal dalam isu-isu kebebasan pers dan keadilan sosial, secara tegas menyatakan bahwa kasus ini tidak boleh ditutup-tutupi dan harus menjadi preseden penting dalam perlindungan jurnalis di Indonesia.
“Kami berkumpul di sini bukan hanya untuk mengenang Juwita, tetapi juga menuntut keadilan setegak-tegaknya. Kami meminta hukuman seberat-beratnya, bahkan jika perlu hukuman mati bagi pelaku!” lanjut Faisal, disambut gemuruh teriakan solidaritas dari peserta aksi.
Aliansi Keadilan Untuk (AKU) Juwita, sebagai inisiator aksi, menegaskan bahwa kasus ini tak boleh lenyap ditelan waktu seperti banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya. “Juwita adalah simbol keberanian, dan kami tidak akan diam,” ujar seorang orator dari aliansi tersebut.
Massa juga mendesak agar institusi TNI AL dan aparat penegak hukum bertindak profesional dan membuka ruang pemantauan publik dalam proses peradilan. “Jika negara sungguh-sungguh menjunjung supremasi hukum, ini waktunya dibuktikan,” tegas seorang aktivis mahasiswa dalam orasinya.
Kasus Juwita kini menjadi sorotan nasional, dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat terus mengalir. Seruan Wilson Lalengke untuk pengawalan transparan kini menjadi semacam mandat moral bagi para jurnalis dan pegiat HAM di Kalimantan Selatan – bahwa keadilan tak boleh dibungkam.
Kegeraman dan kegelisahan terus disuarakan. Dalam aksi Kamisan yang kembali digelar di Tugu Nol Kilometer Banjarbaru, Kamis (3/4/2025), suara lantang datang dari Suroto, Koordinator Aksi sekaligus Pimpinan Redaksi newsway.co.id — media tempat almarhumah Juwita bekerja sebelum dibunuh secara tragis pada 22 Maret lalu.
“Sudah lebih dari seminggu sejak Juwita dibunuh, tapi hingga kini publik belum mengetahui motif yang sebenarnya. Ada apa ini? Mengapa aparat belum membuka terang kasus ini?” seru Suroto, mempertanyakan transparansi penyelidikan yang dilakukan oleh Denpom Lanal Banjarmasin.
Dalam orasinya, Suroto menegaskan bahwa pihaknya memberi tenggat waktu maksimal 200 hari bagi aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus ini secara tuntas. “Targetnya seperti itu. Tapi tentu, lebih cepat lebih baik. Kami akan terus mendesak,” ujarnya di hadapan ratusan peserta aksi yang memadati area aksi.
Namun bagi Suroto, ini bukan sekadar soal satu nyawa. “Kasus ini bukan hanya tentang Juwita. Ini tentang kebebasan pers dan keselamatan para jurnalis di Indonesia. Jika hari ini kita diam, maka besok bisa jadi kita yang menjadi korban,” tegasnya. Ia menambahkan, pembiaran terhadap ketidakjelasan kasus ini akan membuka ruang kekerasan yang lebih luas terhadap para pewarta.
Suroto juga menyerukan kepada seluruh jurnalis di Indonesia untuk ikut mengawal jalannya proses hukum. “Kita kawal, awasi, dan kontrol kasus ini dengan ketat. Jangan beri celah bagi penyelewengan atau manipulasi fakta oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Rencananya, aksi Kamisan akan terus dilakukan secara rutin setiap pekan. “Kami akan terus turun ke jalan, membawa narasi baru berdasarkan fakta baru. Apakah kasus ini akan diusut secara transparan, atau justru diseret ke ranah militer? Kita akan dorong agar pelaku diadili di pengadilan sipil, bukan militer,” tandasnya.
Aksi sore itu juga dihadiri oleh Ketua DPRD Banjarbaru Gusti Rizky Sukma Iskandar Putra, aktivis senior 90-an Ir. H. Sukhrowardi, dan mendapat pengamanan ketat dari puluhan personel Polres Banjarbaru. Spanduk-spanduk penuh pesan sosial dan perlawanan dibentangkan: ‘Justice For Juwita’, ‘Adili Jumran dengan Terbuka’, ‘Stop Femisida’, hingga ‘Keadilan untuk Jubi, Keadilan untuk Papua’.
Hingga berita ini diturunkan, motif pembunuhan Juwita oleh Jumran – anggota TNI AL – masih menjadi misteri. Desakan publik untuk transparansi dan keadilan pun makin menguat, menjadikan kasus ini bukan sekadar pengusutan kriminal, tetapi simbol perjuangan kebebasan pers yang sedang diuji. (TIM/Red)
Editor : Syarif Al Dhin