Tuduhan terhadap Kapolres Bireuen, AKBP Jatmiko, dan Istrinya: Dugaan Korupsi dan Penyalahgunaan Jabatan

Bireuen -LEMKIRANEWS.Id

Sebuah laporan mencuat mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Kapolres Bireuen, AKBP Jatmiko, S.H., M.H., dan istrinya. Laporan tersebut berisi tuduhan serius, mulai dari penggelapan uang publik, pungutan liar, hingga dugaan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Kapolres Bireuen diduga terlibat korupsi dan pemerasan, laporan internal ungkap 38 kasus penyimpangan.

*Dugaan Penyalahgunaan Wewenang di Samsat dan Pengurusan SIM*

Kapolres Bireuen diduga mengendalikan seluruh pengelolaan uang di Samsat bersama istrinya. Uang yang dikumpulkan dari pengesahan STNK, yang seharusnya masuk sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), diduga dipungut dan dikendalikan oleh seorang perwira bernama Feni atas perintah Kapolres.

Selain itu, ada dugaan praktik ilegal dalam perpanjangan STNK menggunakan KTP tembak (KTP milik orang lain), dengan tarif tambahan Rp 300 ribu per STNK. Pembuatan SIM juga dituding dipatok dengan harga jauh di atas ketentuan PNBP, dengan rincian:

– SIM C: Rp 450 ribu,
– SIM A: Rp 550 ribu,
– SIM B-1 (Pribadi & Umum): Diterbitkan tanpa prosedur resmi.

Seluruh dana dari pengurusan SIM ini disebut masuk ke kantong pribadi Kapolres melalui tangan perantara.

*Pungli di Berbagai Sektor: Dari Tilang hingga Dana Desa*

Kapolres Bireuen juga dituding mengambil uang hasil tilang, yang seharusnya masuk ke kas negara, melalui Kanit Regident. Dana santunan kematian dari Jasa Raharja juga disebut-sebut dipotong Rp 10 juta per jiwa.

Selain itu, dugaan pemerasan juga terjadi pada kepala desa di 17 kecamatan. Dengan dalih pemeriksaan penggunaan Dana Desa, oknum di bawah kendali Kapolres diduga meminta sejumlah uang agar kasus-kasus tersebut tidak dilanjutkan.

*Dugaan Pungutan di Sektor Bisnis dan Pemilu*

Kapolres juga dituduh meminta jatah dari hotel, toko, dan pusat perbelanjaan, termasuk Alfamart dan Indomaret, dengan dalih biaya pengamanan. Setiap toko disebut wajib membayar Rp 500 ribu per bulan.

Pada Pemilu 2024, dugaan pungutan liar juga mencuat, di mana Kapolres dituduh meminta uang pengamanan dari Komisi Independen Pemilihan (KIP), Panwaslu, dan kandidat tertentu. Uang tersebut bahkan disebut mencapai Rp 1,5 miliar dari salah satu kandidat Pilkada.

*Dugaan Pemotongan Hak Anggota dan Penyalahgunaan Wewenang*

Tak hanya merugikan masyarakat, Kapolres juga disebut melakukan pemotongan hak anggota polisi.

– Uang pengamanan Pemilu dan Pilkada dipotong, dan anggota yang protes disebut diancam mutasi ke Pulau Simeulue.

– Mutasi anggota diduga harus membayar uang sogokan agar bisa mendapatkan posisi strategis.

– Uang BBM untuk kendaraan dinas dan perwabku (perjalanan dinas) disebut dipotong hingga 40% untuk Kapolres.

Bahkan, dalam organisasi Bhayangkari, istri Kapolres disebut menggelapkan uang arisan yang dikumpulkan dari gaji bulanan personel.

Kapolres juga dituduh terlibat dalam sejumlah proyek pemerintah, termasuk gedung perpustakaan senilai Rp 10 miliar yang dikerjakan oleh seorang rekan dekatnya. Selain itu, ia diduga menerima setoran dari galian C ilegal, pangkalan LPG bersubsidi, serta pengeboran minyak ilegal di berbagai wilayah di Bireuen.

Atas dugaan pelanggaran yang begitu banyak ini, sejumlah pihak meminta Polda Aceh dan Mabes Polri untuk turun tangan dan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Para pelapor juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat ini.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Kapolres Bireuen, Polda Aceh, atau Mabes Polri terkait tuduhan ini. Namun, jika terbukti benar, maka kasus ini bisa menjadi salah satu skandal besar dalam institusi kepolisian di Aceh. (Tim/Red)

#Editor: Syarif Al Dhin #

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait