Makassar, Lemkiranews.id .
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melakukan perubahan signifikan dalam sistem penerimaan siswa baru tahun 2025. Perubahan ini mencakup penggantian nama dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) serta transformasi dari jalur zonasi menjadi jalur domisili. Pergantian nama ini bukan sekadar perubahan terminologi, tetapi merefleksikan upaya pemerintah untuk memperkuat sistem penerimaan siswa yang lebih inklusif, terstruktur, dan transparan. Istilah SPMB memberikan kesan proses seleksi yang lebih holistik, melibatkan berbagai jalur yang dapat mengakomodasi keragaman kebutuhan siswa dan orang tua.
Perubahan utama terletak pada metode penentuan penerimaan siswa. Sebelumnya, pada sistem zonasi, penerimaan siswa didasarkan pada domisili yang tercantum dalam dokumen kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK). Namun, dalam sistem domisili yang baru, penerimaan siswa tidak lagi bergantung pada dokumen kependudukan tersebut. Sebaliknya, seleksi didasarkan pada jarak antara rumah siswa dan sekolah. Hal ini berarti bahwa pihak sekolah akan menyeleksi siswa berdasarkan jarak fisik antara tempat tinggal dan sekolah, tanpa mempertimbangkan alamat yang tertera di KK jika daya tampung sekolah negeri penuh, siswa yang tidak tertampung akan diarahkan ke sekolah swasta dengan biaya ditanggung oleh pemerintah daerah (pemda).
Perubahan ini menimbulkan berbagai harapan dan tantangan, terutama bagi sekolah swasta. Dalam artikel berjudul “PPDB Hybrid: Sekolah Swasta, Pilar Tersembunyi Jembatan Kualitas Zonasi” yang diterbitkan oleh Lemkiranews.id, disebutkan bahwa sekolah swasta memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan sistem PPDB hybrid. Meskipun sering dianggap sebagai alternatif pendidikan, pelibatan sekolah swasta dapat membantu mengatasi masalah seperti keterbatasan daya tampung di sekolah negeri dan disparitas kualitas antar wilayah.
Lebih lanjut, artikel tersebut menyoroti bahwa dengan subsidi, insentif, dan dukungan dari pemerintah, sinergi antara sekolah negeri dan swasta dapat menghasilkan sistem pendidikan yang lebih inklusif, berdaya saing, dan berkeadilan sesuai amanat UUD 1945. Sekolah swasta dipandang sebagai aset tersembunyi dalam peta pendidikan nasional yang, jika diintegrasikan ke dalam sistem hybrid zonasi dan klaster pendidikan, dapat mengurangi beban sekolah negeri sekaligus meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan.
Namun, tantangan tetap ada. Perubahan sistem ini memerlukan penyesuaian dari berbagai pihak, termasuk sekolah swasta, untuk memastikan implementasi yang efektif dan efisien. Selain itu, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah dan sekolah swasta untuk memastikan bahwa tujuan dari perubahan ini dapat tercapai, yaitu pemerataan akses dan kualitas pendidikan bagi seluruh siswa di Indonesia.
Beberapa tantangan yang perlu diantisipasi:
Penguatan Sistem Verifikasi: Dibutuhkan mekanisme verifikasi yang akurat agar jalur domisili berjalan sesuai tujuan.
Sosialisasi untuk Semua Jenjang: Tidak hanya sekolah negeri, sekolah swasta juga memerlukan informasi dan panduan terkait implementasi SPMB.
Ketimpangan Mutu Sekolah Swasta: Masih ada kesenjangan kualitas antara sekolah swasta unggulan dengan sekolah swasta lainnya. Pemerintah perlu mendukung peningkatan mutu secara merata.
Dengan demikian, meskipun perubahan nama dan sistem ini membawa harapan baru bagi dunia pendidikan, tantangan dalam implementasinya harus diatasi melalui kolaborasi dan komitmen bersama antara pemerintah, sekolah negeri, dan sekolah swasta. (Tim/Red)
#Editor: Allin#