RTH Nihil di Kawasan Industri Pattene: Sorotan Tajam terhadap Pengusaha Nakal, Dan Pemkab Maros yang Abai

Maros .Sulsel-Lemkiranews.Id

Pesatnya pembangunan di kawasan pergudangan dan industri Pattene, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, memang menjadi tolok ukur geliat ekonomi lokal. Namun, di balik geliat ekonomi itu, terselip ironi besar: para pengusaha kawasan industri di wilayah tersebut diduga kuat tidak memenuhi kewajiban hukum mereka dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Pattene kini dikenal sebagai pusat kawasan industri dan pergudangan satu-satunya di Kabupaten Maros, berbatasan langsung dengan Kota Makassar. Luas lahannya fantastis — mencapai lebih dari 700 hektare, dengan beberapa perusahaan mengantongi izin atas ratusan hektare lahan, salah satunya tercatat mengajukan izin seluas 385,88 hektare.

Namun, berdasarkan penelusuran LEMKIRA Indonesia dan aktivis lingkungan setempat, hingga saat ini tidak ditemukan satu pun RTH yang memadai di kawasan tersebut.

“Kewajiban menyediakan RTH minimal 10% dari total luas lahan kawasan adalah aturan baku. Tapi di Pattene, bukan hanya dilanggar, bahkan seolah-olah diabaikan. Ini bentuk pembangkangan hukum dan kelalaian pengawasan dari Pemkab Maros,” tegas Ismail Tantu, Aktivis LEMKIRA Indonesia, dalam keterangannya, Sabtu (13/4) lalu.

Ketiadaan RTH bukan hanya masalah estetika, tapi juga merupakan pelanggaran hukum serius. Berdasarkan regulasi yang berlaku, pengusaha kawasan industri wajib menyediakan ruang terbuka hijau sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Beberapa aturan yang mewajibkan pengadaan RTH antara lain:

– Permenperin No. 40/M-IND/PER/6/2016: mewajibkan 10% RTH untuk kawasan industri di atas 20 hektare.
– UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
– PP No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri,
– Peraturan Menteri ATR/BPN No. 14 Tahun 2022,
– Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

“Tidak ada pengecualian dalam kewajiban ini. Kalau pengusaha menguasai lahan ratusan hektare tapi tidak menyisihkan untuk RTH, itu artinya mereka sedang mengangkangi hukum,” tambah Ismail.

RTH bukan sekadar taman hias. Ia merupakan paru-paru kawasan, pelindung ekologis, titik evakuasi saat bencana, hingga area resapan air untuk menjaga ketersediaan air tanah.

“Kalau kawasan industri tak punya RTH, bayangkan jika ada kebakaran, banjir, atau bencana lain — tidak ada titik evakuasi, tidak ada resapan air. Ini potensi bencana ekologis yang dibiarkan tumbuh,” ujar Ismail prihatin.

LEMKIRA Indonesia mendesak agar Pemerintah Kabupaten Maros — khususnya Dinas PUPR, Dinas DLH, Satpol PP, dan Aparat Penegak Hukum (APH) — segera bertindak tegas. Para pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan ini harus ditertibkan, bahkan jika perlu dicabut izinnya.

LEMKIRA juga mendorong Bupati Maros membentuk tim khusus untuk melakukan audit tata ruang dan pengawasan terhadap pemenuhan RTH di kawasan industri Pattene.

“Kalau Pemkab Maros serius menjaga lingkungan dan wibawa hukumnya, ini saatnya membuktikan. Jangan hanya jago meraih Adipura tapi diam saat kawasan industri tumbuh tanpa jiwa,” tutup Ismail. (TIM/Red)

Redaksi Catatan: Jika benar tidak ada RTH di kawasan seluas itu, ini bisa menjadi pintu masuk investigasi hukum dan ekologis yang besar. LEMKIRA hendak membuat laporan resmi ke Ombudsman atau Kementerian terkait, redaksi siap memfasilitasi publikasi dan dokumentasi tambahan.(Red)

#Editor: Syarif Al Dhin#

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait