Penulis: Aliyuddin, S.Pd.
Makassar -Lemkiranews.Id
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi yang diterapkan sejak 2017 bertujuan untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan. Kebijakan ini selaras dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan (2) yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan serta pemerintah wajib membiayai dan mengelola sistem pendidikan nasional. Di samping itu, kebijakan ini didukung oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjamin pemerataan kesempatan belajar.
Namun, implementasi PPDB zonasi tidak lepas dari tantangan. Secara esensial, kebijakan ini sering kali dihadapkan pada tiga masalah utama: disparitas kualitas sekolah, infrastruktur yang belum merata, serta kurangnya kesiapan manajemen sekolah dalam menyerap peserta didik dari latar belakang akademik yang beragam.
Kelebihan PPDB Zonasi adalah terciptanya Pemerataan Akses Pendidikan karena membuka peluang yang lebih besar bagi siswa di daerah tertentu untuk mengakses sekolah terdekat, tanpa dibatasi oleh nilai akademik semata. Dengan demikian, siswa dari keluarga kurang mampu dapat mengenyam pendidikan di sekolah negeri yang sebelumnya sulit dijangkau. Mengurangi Disparitas Sosial, dengan mendorong siswa dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi untuk belajar di sekolah yang sama sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan beragam. Efisiensi Waktu dan Biaya, yang berdampak pada penghematan biaya transportasi dan waktu tempuh.
Kekurangan PPDB Zonasi adalah Belum Meratanya Kualitas Pendidikan. Salah satu kritik utama adalah adanya perbedaan kualitas antara sekolah di pusat kota dan pinggiran. Hal ini mengakibatkan ketimpangan dalam hasil belajar meskipun aksesnya telah merata. Penurunan Semangat Kompetitif karena mengurangi peran prestasi akademik dalam seleksi masuk sekolah. Siswa berprestasi yang tinggal di wilayah tertentu bisa saja tidak masuk ke sekolah unggulan karena sistem zonasi, meskipun nilai mereka tinggi. Peningkatan Beban Sekolah Favorit karena Sekolah dengan reputasi baik di zonanya sering kali menghadapi lonjakan jumlah siswa, yang dapat mengurangi kualitas pembelajaran karena terbatasnya sumber daya dan kapasitas.
Dalam sistem non-zonasi, seleksi lebih banyak didasarkan pada prestasi akademik atau kemampuan finansial. Sistem ini cenderung memprioritaskan kualitas individu tetapi memperlebar kesenjangan akses, khususnya bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Sistem non-zonasi juga memperkuat stigma antara sekolah favorit dan non-favorit, yang pada akhirnya memperkuat segregasi pendidikan.
Sebaliknya, PPDB zonasi memberikan solusi jangka pendek untuk pemerataan akses, tetapi belum mampu mengatasi disparitas kualitas pendidikan secara menyeluruh. Untuk memastikan tujuan pemerataan yang disertai peningkatan kualitas, pemerintah perlu memperbaiki distribusi sumber daya, meningkatkan kapasitas guru, serta memperkuat manajemen sekolah.
Untuk mewujudkan sistem PPDB yang tidak hanya mengedepankan pemerataan akses pendidikan sesuai amanat UUD, tetapi juga menjamin kualitas, diperlukan pendekatan integratif. Sistem ini menggabungkan prinsip zonasi dan seleksi berbasis prestasi, yaitu Penerapan Sistem Zonasi Berbasis Klaster Kualitas dangan Zonasi Klaster Sekolah.
Sistem ini bukan sekadar zonasi geografis, tetapi pemerintah dapat mengelompokkan sekolah ke dalam beberapa klaster berdasarkan kualitas, infrastruktur, dan capaian akademik. Siswa dalam suatu zona dapat diarahkan ke sekolah dalam klaster dengan kualitas setara. Pemerintah harus memastikan pemerataan kualitas antar-klaster, seperti distribusi guru berkualitas, fasilitas, dan pelatihan manajemen sekolah.
Setiap sekolah dalam sistem zonasi tetap menyediakan kuota tertentu untuk siswa berprestasi. Ini memberikan kesempatan bagi siswa dengan nilai tinggi atau prestasi non-akademik untuk masuk sekolah favorit meskipun di luar zona.
Berbasis Kompetensi Multi-Aspek, seleksi prestasi ini tidak hanya berdasarkan nilai ujian, tetapi juga mempertimbangkan berbagai aspek seperti portofolio, keterampilan, atau penghargaan di tingkat lokal hingga nasional.
Pemerintah perlu menerapkan sistem evaluasi berkala terhadap sekolah, baik di dalam maupun di luar zona favorit. Evaluasi mencakup capaian akademik, efisiensi manajemen, hingga kepuasan siswa dan orang tua.
Sekolah yang berada di zona dengan kualitas rendah harus mendapatkan perhatian lebih. Pemerintah dapat mengintervensi melalui pelatihan guru, penyediaan fasilitas, atau bahkan mendatangkan kepala sekolah dengan kinerja terbaik.
PPDB berbasis gabungan zonasi dan prestasi harus transparan. Orang tua dan komunitas dapat dilibatkan dalam pengawasan proses seleksi untuk memastikan keadilan. Pemerintah harus gencar mengedukasi masyarakat mengenai manfaat kombinasi kedua sistem agar penerapan kebijakan ini dapat diterima dan dipahami secara luas. Sistem PPDB dapat menggunakan platform digital berbasis data terpadu untuk memetakan distribusi siswa, kuota, hingga analisis kinerja sekolah. Ini memudahkan proses pendaftaran serta monitoring.
Manfaat dari Sistem Gabungan adalah Meningkatkan Kualitas dan Pemerataan karena siswa memiliki akses lebih merata, tetapi tetap ada insentif untuk mereka yang berprestasi. Mengurangi Diskriminasi dan Ketimpangan karena sekolah favorit tidak lagi didominasi siswa dari kalangan tertentu saja.
Mendorong Kompetisi Sehat dengan adanya jalur prestasi memotivasi siswa untuk terus meningkatkan kemampuan akademik maupun non-akademik.
PPDB zonasi adalah langkah maju dalam mewujudkan kewajiban negara terhadap pendidikan. Namun, solusi ini harus diiringi dengan kebijakan komplementer untuk memastikan kualitas pendidikan yang merata. Tanpa perbaikan mendasar, zonasi berisiko menjadi solusi parsial yang hanya fokus pada kuantitas, tetapi abai terhadap kualitas.
Sistem gabungan ini dapat menjadi solusi yang seimbang antara pemerataan akses dan peningkatan kualitas pendidikan, sejalan dengan amanat UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Pemerintah perlu memastikan bahwa implementasinya dilakukan secara bertahap, dengan pengawasan yang ketat dan disertai evaluasi berkala untuk menyesuaikan kebijakan sesuai kebutuhan di lapangan.(“)