Pergub Sulsel No. 12 Tahun 2024 Belum Optimal, Wajib Belajar 12 Tahun Masih Terkendala

Makassar- Lemkiranews.Id

Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2024 tentang Wajib Belajar 12 Tahun dinilai belum optimal dalam implementasinya. Meskipun kebijakan ini didukung oleh program PASTI BERAKSI—sebuah inisiatif untuk menangani anak tidak sekolah—masih terdapat berbagai kendala di lapangan yang menghambat pencapaian tujuan wajib belajar 12 tahun, Senin (3/2/2025)

Program ini bertujuan untuk memastikan semua anak usia 7-18 tahun dapat menyelesaikan pendidikan hingga lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, realisasinya masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama dalam aspek pembiayaan, koordinasi antar instansi, serta mekanisme pengawasan dan evaluasi kebijakan.

Meskipun Pergub sudah diterbitkan, beberapa aspek pelaksanaan di lapangan masih belum berjalan optimal. Beberapa kendala utama yang dihadapi antara lain:

1. Masalah Pendanaan

Pergub No. 12 Tahun 2024 mengatur wajib belajar 12 tahun, tetapi belum secara jelas menetapkan mekanisme pendanaan yang kuat untuk mendukung pelaksanaannya.

🔹 Dana BOSDA dan BOSP belum mencukupi untuk membiayai seluruh kebutuhan pendidikan menengah.
🔹 Belum ada kepastian anggaran tambahan dari APBD untuk membantu sekolah-sekolah di daerah dengan keterbatasan sumber daya.
🔹 Sekolah masih terbebani biaya operasional karena minimnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah daerah.

2. Koordinasi yang Belum Maksimal

Pelaksanaan wajib belajar 12 tahun memerlukan koordinasi erat antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, serta sekolah-sekolah di seluruh Sulawesi Selatan. Namun, di lapangan ditemukan bahwa:

🔹 Belum semua kabupaten/kota memiliki program khusus untuk mendukung wajib belajar 12 tahun.
🔹 Kurangnya sinergi antara Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam menyelaraskan kebijakan dan anggaran.
🔹 Beberapa sekolah masih bingung dalam mengimplementasikan Pergub karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah.

3. Masalah Data dan Pengawasan

Agar wajib belajar 12 tahun berhasil, diperlukan data yang akurat mengenai anak tidak sekolah serta mekanisme pengawasan yang kuat. Sayangnya, beberapa tantangan masih ditemukan:

🔹 Data anak tidak sekolah di beberapa daerah belum terintegrasi dengan baik, sehingga sulit menentukan sasaran yang tepat.
🔹 Belum ada sistem pengawasan yang efektif untuk memastikan bahwa anak-anak yang putus sekolah bisa kembali mengakses pendidikan.
🔹 Minimnya tenaga pengawas pendidikan di daerah yang bertanggung jawab atas evaluasi pelaksanaan program ini.

Sebagai bagian dari strategi untuk menangani anak tidak sekolah, pemerintah Sulawesi Selatan mengandalkan Program PASTI BERAKSI. Program ini berfokus pada mengembalikan anak putus sekolah ke bangku pendidikan dan memastikan mereka bisa menyelesaikan jenjang SMA/SMK/SLB.

Namun, agar program ini benar-benar efektif, perlu ada penguatan di beberapa aspek, seperti:

– Dukungan pendanaan yang lebih jelas melalui alokasi APBD dan BOSDA yang lebih besar.
– Peningkatan sinergi antara pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat dalam mendukung anak tidak sekolah kembali belajar.
– Sistem pemantauan berbasis data yang lebih akurat untuk mengetahui kondisi anak tidak sekolah di setiap daerah.
– Sosialisasi yang lebih luas kepada masyarakat agar program ini benar-benar diketahui dan dimanfaatkan oleh keluarga yang membutuhkan.

Agar Pergub Sulsel No. 12 Tahun 2024 bisa berjalan optimal, pemerintah perlu segera melakukan langkah-langkah strategis, antara lain:

√ Menetapkan mekanisme pendanaan yang lebih jelas, terutama dalam memastikan BOSDA dan BOSP mencukupi untuk mendukung wajib belajar 12 tahun.
√ Memperkuat koordinasi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah-sekolah, sehingga implementasi kebijakan ini lebih merata di seluruh daerah.
√ Meningkatkan pengawasan dan evaluasi, agar anak-anak yang seharusnya bersekolah tidak terabaikan.
√ Memastikan program PASTI BERAKSI berjalan efektif, dengan dukungan anggaran yang memadai dan keterlibatan berbagai pihak.

Tanpa langkah konkret untuk mengatasi berbagai kendala ini, maka wajib belajar 12 tahun di Sulawesi Selatan berisiko tidak berjalan maksimal, dan program ini hanya akan menjadi kebijakan tanpa dampak nyata bagi masyarakat.

Dinas pendidikan provinsi Sulawesi Dinilai Diskriminasi

Salah satu contoh konkret SMA Athirah, SMA Prater SMA Kartika, itu pembayarannya mencapai 5,000,000, jutaan, namun tidak ada masyarakat atau LSM Wartawan yang dapat menyoroti pungutan tersebut, bahkan masuk ke perguruan tinggi negeri dan swasta pun demikian tak satupun masyarakat yang melakukan Protes!! sementara sekolah SMA, SMKN dan SLB, Paguyuban hanya Rp 5 ribu menjadi berita utama publik, sehingga persepsi penyebutannya Pungli untuk sekolah Negeri. Mari kita merenung sejenak wahai para pemangku kebijakan.(Red)

(Penulis: Syarif Al Dhin)

#Palopo 2 Pebruari 2025#

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait