Pendidikan Tercemar Korupsi: Saatnya Sekolah Bergerak Jadi Garda Terdepan! Menuju Indonesia Emas.

Penulis: Aliyuddin, S.Pd.

Makassar – Lemkiranews.Id

Memperingati hari anti korupsi sedunia, menjadi momen menyelami korupsi dalam dunia pendidikan yang telah menjadi ancaman nyata yang melumpuhkan moral dan ekonomi bangsa, menjadi luka serius yang sulit sembuh. Salah satu contoh yang mencolok adalah praktik penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung pendidikan malah kerap menjadi objek korupsi oleh oknum tak bertanggung jawab, mulai dari manipulasi laporan keuangan, pengadaan fiktif, hingga pemotongan dana untuk kepentingan pribadi. Parahnya, banyak dari kasus ini tidak ditindak dengan sanksi tegas, sehingga menciptakan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kasus-kasus seperti yang terungkap di sejumlah daerah, di mana dana BOS disalahgunakan tanpa ada pengawasan ketat, menggambarkan lemahnya integritas sistem pendidikan kita. Misalnya, ada kepala sekolah yang terlibat dalam mark-up anggaran atau guru yang diminta menyetor sebagian dana kepada pejabat tertentu atau siswa dimintai dana oleh guru tertentu.

Bahkan, ketika pelanggaran ini terungkap, sanksi yang dijatuhkan seringkali tidak proporsional, seperti hanya berupa teguran atau mutasi. Hal ini memperkuat anggapan bahwa korupsi adalah “kejahatan yang bisa dinegosiasi.”

Penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan ini mencerminkan lemahnya pengawasan di berbagai tingkatan, mulai dari Tim BOS, komite sekolah, hingga lembaga inspektorat. Parahnya, lemahnya penindakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) semakin memperburuk situasi, memberikan ruang aman bagi para pelaku untuk terus mengulang praktik korupsi tanpa rasa takut akan konsekuensi.
Ketidaktegasan ini menimbulkan dampak besar, terutama bagi siswa yang menjadi korban langsung. Minimnya fasilitas belajar, kualitas pendidikan yang buruk, hingga hilangnya rasa percaya pada institusi pendidikan adalah akibat nyata dari korupsi dana BOS. Oleh karena itu, pendidikan anti korupsi harus menjadi prioritas di sekolah untuk menciptakan generasi yang peka, kritis, dan tidak kompromi terhadap praktik-praktik korupsi.

Tim BOS, yang sejatinya berfungsi sebagai pengelola utama dana ini, sering kali tidak memiliki kapasitas atau integritas yang memadai. Banyak kasus di mana dokumen keuangan direkayasa, laporan penggunaan dana tidak sesuai fakta, atau pengadaan barang dilakukan dengan mark-up yang tak masuk akal. Fungsi kontrol yang seharusnya diemban oleh komite sekolah dan lembaga inspektorat juga sering kali mandul. Komite sekolah yang seharusnya mewakili kepentingan orang tua siswa, kerap menjadi formalitas tanpa peran aktif, sementara inspektorat sering kali hanya melakukan audit seremonial tanpa tindak lanjut konkret.
Di tengah situasi ini, sekolah harus mengambil peran lebih aktif sebagai garda terdepan melawan korupsi. Salah satu langkah strategis adalah menerapkan pendidikan anti korupsi yang terintegrasi dalam kurikulum dan budaya sekolah. Siswa perlu dibekali pemahaman tentang nilai-nilai integritas, pentingnya transparansi, dan bagaimana korupsi merugikan semua pihak, termasuk mereka sendiri.

Selain itu, sekolah juga harus membuka ruang partisipasi lebih besar bagi siswa dan orang tua dalam pengelolaan dana BOS. Pengawasan kolektif, seperti melibatkan siswa dalam simulasi audit sederhana atau meminta orang tua memantau penggunaan dana, dapat menciptakan transparansi yang lebih baik dan bisa menjadi langkah edukatif sekaligus preventif. Dengan demikian, korupsi tidak hanya dicegah tetapi juga dibangun kesadaran kolektif untuk menolaknya. Jika sejak dini siswa memahami bagaimana dana publik harus dikelola dengan jujur dan bertanggung jawab, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang menolak mentah-mentah segala bentuk korupsi.
Namun, perjuangan melawan korupsi tidak bisa hanya bergantung pada sekolah. Pemerintah dan lembaga terkait harus memperkuat sistem pengawasan dan meningkatkan kapasitas Tim BOS, komite sekolah, serta lembaga inspektorat. Sanksi tegas dan penindakan hukum yang konsisten juga harus diterapkan kepada para pelaku korupsi, tanpa pandang bulu.

Pendidikan anti korupsi tidak hanya relevan sebagai solusi jangka panjang tetapi juga menjadi respons langsung terhadap kegagalan sistem saat ini. Siswa harus diajarkan untuk memahami bahwa korupsi, termasuk penyimpangan dana pendidikan, adalah kejahatan yang merugikan semua pihak. Dengan memanfaatkan studi kasus nyata seperti korupsi dana BOS yang sering kali berakhir tanpa sanksi adil, guru dapat mengajarkan pentingnya keadilan dan akuntabilitas.
Korupsi dana BOS adalah potret buruk dari budaya korupsi yang sudah mengakar di negeri ini. Tanpa sanksi tegas, pelaku akan merasa aman untuk mengulangi perbuatannya. Namun, dengan menanamkan pendidikan anti korupsi yang kuat, kita bisa menciptakan gelombang perubahan besar. Generasi muda harus dibekali bukan hanya pengetahuan, tetapi juga keberanian moral untuk menolak korupsi di segala level. Sebab, perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil, termasuk di ruang-ruang kelas kita.

Menciptakan generasi anti korupsi adalah tugas bersama. Ketika sekolah berani bergerak sebagai garda terdepan, didukung oleh pengawasan yang efektif dan penindakan hukum yang adil, kita bisa memutus mata rantai korupsi dalam pendidikan. Sebab, masa depan bangsa yang cemerlang hanya bisa diraih dengan sistem pendidikan yang bersih dan berintegritas.(Tim/ Red)

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait