Makassar-Lemkiranews.Id
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah menjadi bagian penting dalam sistem pendidikan Indonesia, membantu sekolah-sekolah memenuhi kebutuhan operasional mereka. Dana BOS yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pengembangan perpustakaan hingga pembayaran honor tenaga pendidik. Namun, meskipun sudah bertahun-tahun diberlakukan, pengelolaan dan pelaporannya masih menjadi tantangan besar bagi banyak satuan pendidikan.
Salah satu permasalahan utama yang kerap muncul adalah kompleksitas dalam pengelolaan anggaran oleh kepala sekolah dan guru yang ditunjuk sebagai bendahara BOS. Tidak jarang, mereka harus belajar secara otodidak mengenai sistem penganggaran, pencatatan, dan pelaporan keuangan—sebuah bidang yang berbeda jauh dari keahlian utama mereka sebagai pendidik.
Pengelolaan dana BOS mencakup 12 komponen utama, di antaranya penerimaan peserta didik baru, pemeliharaan sarana dan prasarana, hingga pembayaran honor guru. Namun, dalam praktiknya, banyak kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam menyusun dan melaporkan penggunaan dana ini.
Beberapa tantangan yang sering terjadi meliputi:
1. Ketidaksiapan Guru sebagai Bendahara BOS.
Guru yang ditunjuk sebagai bendahara sering kali tidak memiliki latar belakang keuangan atau akuntansi. Mereka harus belajar dari nol dalam memahami regulasi, sistem pencatatan, hingga pelaporan dana BOS.
Kesalahan dalam perencanaan anggaran kerap terjadi karena kurangnya pemahaman tentang mekanisme pengelolaan keuangan sekolah.
2. Adaptasi dengan Sistem Digital.
Penggunaan Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) dan Manajemen Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (MARKAS) memerlukan keterampilan teknologi yang tidak semua kepala sekolah atau bendahara miliki.
Operator sekolah biasanya menjadi tumpuan untuk membantu pencatatan digital, tetapi mereka tidak memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan dana.
3. Kesalahan dalam Perencanaan dan Pengeluaran.
Perencanaan anggaran dalam ARKAS harus mendapat persetujuan MARKAS, tetapi sering kali kebutuhan sekolah tidak sesuai dengan persetujuan yang diberikan.
Terjadi pembelokan dalam pengadaan barang dan jasa, di mana yang direncanakan A, tetapi yang terealisasi B karena kendala administrasi atau regulasi.
4. Kesalahan dalam Pajak dan Honorarium.
Pajak daerah seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh) sering kali menjadi jebakan bagi kepala sekolah dan bendahara BOS.
Guru honorer yang menerima honor dari BOS juga harus dipotong pajak, tetapi sering kali terjadi kelalaian dalam penyetorannya, sehingga menimbulkan masalah dalam audit keuangan.
Dari berbagai kendala yang ada, muncul gagasan untuk menunjuk pegawai khusus sebagai bendahara sekolah, yang bertugas secara profesional dalam mengelola dana BOS. Pegawai ini akan memiliki kompetensi dalam keuangan, akuntansi, serta sistem digital yang digunakan dalam pelaporan BOS.
Beberapa daerah di Indonesia sudah mulai mempertimbangkan langkah ini, meskipun implementasinya belum merata. Jika pemerintah daerah dapat mengangkat pegawai khusus untuk menangani keuangan sekolah, maka:
– Kepala sekolah dan guru dapat lebih fokus pada tugas utama mereka dalam mendidik siswa.
– Risiko kesalahan dalam pengelolaan anggaran dapat diminimalisir.
– Proses pencatatan dan pelaporan BOS menjadi lebih transparan dan akuntabel.
Selain itu, peran Operator Sekolah juga perlu diperjelas agar mereka dapat membantu dalam pencatatan digital tanpa harus terbebani dengan tanggung jawab keuangan.
Pengelolaan dana BOS yang rumit telah menjadi permasalahan klasik di banyak sekolah di Indonesia. Dengan kompleksitas sistem anggaran dan pelaporan yang terus berkembang, sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan solusi yang lebih efektif, salah satunya dengan menunjuk pegawai khusus bendahara sekolah.
Langkah ini tidak hanya akan meningkatkan transparansi dalam penggunaan dana BOS, tetapi juga mengurangi beban kepala sekolah dan guru, sehingga mereka dapat lebih fokus pada peningkatan kualitas pendidikan di sekolah masing-masing.
Apakah pemerintah daerah siap untuk mengadopsi sistem ini? Waktu yang akan menjawab. (Red)
#Editor:Syarif Al Dhin#