Makassar -Lemkiranews.Id
Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) terus menjadi bahan perdebatan panas di tengah masyarakat. UU yang diklaim bertujuan mempercepat investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi ini dianggap menyimpan banyak polemik. Kritik tajam mengemuka, mulai dari proses pembentukan yang dinilai tergesa-gesa hingga dampaknya yang dirasakan menyengsarakan rakyat. Bahkan, sebagian pihak menuding lahirnya UU ini seolah mencerminkan skenario “negara dalam negara” yang berpotensi membahayakan keutuhan demokrasi.
Tuntutan Keadilan: Mengadili Jokowi untuk Menghapus Imaji Buruk
Sebagian besar suara rakyat saat ini menuntut transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah, termasuk dari Presiden Joko Widodo. Dalam pandangan masyarakat kritis, untuk menghapus persepsi negatif terhadap pemerintah yang kerap dianggap membelakangi kepentingan rakyat, langkah keadilan harus ditegakkan, termasuk mengadili kebijakan yang merugikan rakyat.
Salah satu seruan lantang adalah permintaan untuk membatalkan proyek-proyek kontroversial, seperti Program Ibu Kota Negara (IKN), yang oleh sebagian kalangan dianggap menjadi beban besar bagi rakyat dan negara. Proyek besar ini dinilai lebih mengutamakan kepentingan elit dibanding rakyat kecil yang sedang bergulat dengan berbagai masalah sosial-ekonomi.
Kronologi dan Polemik Proses Pembentukan UU Cipta Kerja
Sejak awal, banyak pihak mempertanyakan kecepatan dan cara kerja pembentukan UU Cipta Kerja. Berikut adalah sejumlah pertanyaan yang hingga kini masih belum mendapat jawaban yang memuaskan dari pemerintah dan lembaga legislatif:
1. Siapa Perancang Skenario UU Ini?
Dalam pembentukan UU, pemerintah sering menggunakan jasa konsultan dan tim ahli. Namun, belum ada transparansi mengenai siapa saja aktor atau konsultan yang berperan besar dalam menyusun naskah UU setebal lebih dari 1.000 halaman tersebut.
2. Apakah Anggota Legislatif Membaca dan Memahami?
Proses pengesahan UU ini terbilang sangat cepat, sehingga muncul keraguan apakah para anggota DPR benar-benar membaca, memahami, dan mengerti implikasi dari setiap pasal. Apakah mereka diberi waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi, atau hanya sekadar mengikuti arahan pihak tertentu?
3. Tim Evaluasi dan Verifikasi: Siapa Saja Mereka?
Dalam penyusunan RUU menjadi UU, biasanya melibatkan tim pakar bahasa dan hukum untuk memastikan kejelasan dan keakuratan substansi hukum. Namun, daftar nama-nama pakar ini belum pernah diungkapkan secara jelas ke publik.
4. Proses Cepat bak Membangun Candi dalam Semalam
Banyak pihak menyamakan proses pengesahan UU ini dengan dongeng “membangun candi dalam semalam.” Ketergesaan ini menimbulkan pertanyaan: apakah tujuan utama pemerintah benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau ada tekanan dari pihak tertentu, termasuk investor besar?
Dampak dan Suara Rakyat
UU Cipta Kerja dinilai memberikan kemudahan bagi para pemodal, namun di sisi lain mengabaikan perlindungan terhadap buruh dan masyarakat kecil. Kebijakan ini juga dianggap memperlemah posisi rakyat dalam berbagai aspek, seperti hak atas lingkungan, upah layak, dan perlindungan kerja. Penolakan terhadap UU ini terus menggema, bahkan menjadi simbol perjuangan rakyat untuk menegakkan keadilan dan demokrasi.
Jalan Menuju Perubahan
Seruan untuk mencabut UU Cipta Kerja dan mengadili pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab semakin menggema. Transparansi dan keadilan menjadi kunci utama untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga legislatif. Jika tuntutan ini terus diabaikan, dikhawatirkan akan semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan antara rakyat dan pemerintah.
Membangun Indonesia yang adil dan sejahtera membutuhkan keberanian untuk mengevaluasi kebijakan yang salah, bahkan jika itu berarti mengakui kesalahan besar. Kini saatnya pemerintah mendengarkan suara rakyat, karena mereka adalah penentu masa depan bangsa. (Red)
Palopo- 16 Januari 2025
#Editor: Syarif Al Dhin.Anggota PPWI#