Indonesia: Di Persimpangan Jalan Kebijakan dan Kapitalisme Global

Oleh editor Redaksi Lemkira News.Syarif Al Dhin.

Makassar – Lemkiranews.Id

Indonesia, negeri yang dikenal kaya akan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, menghadapi tantangan besar dalam melindungi asetnya dari cengkeraman kapitalisme global. Data dari berbagai sumber menunjukkan betapa besar dominasi pemodal asing dalam penguasaan lahan, sumber daya alam, dan ekonomi strategis Indonesia, sehingga menimbulkan pertanyaan mendasar: siapa yang sebenarnya menikmati hasil kekayaan negara ini?

Sejarah Penguasaan Lahan: Dari Kolonial Hingga Era Modern

Pada masa kolonial Inggris di bawah Raffles (1811), pemilik modal swasta hanya diizinkan menguasai lahan hingga 45 tahun. Di era Hindia Belanda (1870), batas tersebut diperpanjang menjadi 75 tahun. Namun, melalui UU No. 25 Tahun 2007 di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemodal bahkan diperbolehkan menguasai lahan hingga 95 tahun.

Fakta yang lebih mengejutkan, berdasarkan data Institut Global Justice (IGJ), sebanyak 175 juta hektare, atau 93% dari luas daratan Indonesia, kini berada dalam penguasaan pemodal swasta dan asing. Kekayaan ini mencakup 85% migas, 75% batubara, serta lebih dari 50% sektor perkebunan dan kehutanan. Ironisnya, 90% hasil sumber daya ini dinikmati oleh negara-negara maju, sementara rakyat Indonesia hanya menjadi penonton.

Dominasi Impor dan Krisis Pangan Lokal

Ketergantungan Indonesia pada impor pangan terus meningkat. Berbagai komoditas seperti beras, gula, kedelai, jagung, hingga daging sapi, sebagian besar diimpor. Pada 2023, Indonesia tercatat mengimpor 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, dan 1 juta ton bungkil pakan ternak. Ketidakberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian membuat petani lokal semakin terpinggirkan.

Budaya konsumsi berbasis impor, seperti gandum untuk mi dan roti, juga semakin memperburuk situasi. Padahal Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan tepung lokal seperti sagu, jagung, atau beras, sebagaimana dilakukan di Meksiko dan Tiongkok.

Krisis Ekonomi dan Dampak Kapitalisme

Sejak era Orde Baru, penguasaan ekonomi Indonesia hanya berada di tangan sekitar 400 keluarga yang menikmati monopoli kredit, perlindungan tarif, dan kuota impor. Sementara usaha kecil, yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat, dibiarkan mati perlahan.

Korupsi, kebocoran anggaran, dan eksploitasi sumber daya juga menjadi masalah kronis. Pada 2007, Prof. Soemitro memperkirakan kebocoran APBN mencapai 30%, atau sekitar Rp250 triliun. Tak heran jika negara kehilangan potensi pendapatan yang signifikan.

Mencari Jalan Keluar

Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Apakah akan terus menjadi “tikus mati di lumbung padi,” atau berani mengambil langkah revolusioner untuk melindungi kekayaan dan kemandirian bangsa? Negara-negara seperti Malaysia, yang mampu menciptakan merek otomotif nasional seperti Proton, seharusnya menjadi inspirasi.

Namun, keberanian itu membutuhkan kebijakan yang berpihak pada rakyat, terutama dalam memberdayakan petani, nelayan, dan pengusaha lokal. Regulasi ketat untuk melindungi lahan, sumber daya alam, dan sektor strategis harus ditegakkan.

Pemerintah juga perlu merevisi perjanjian yang merugikan negara, seperti kontrak penjualan gas murah ke luar negeri yang tak sebanding dengan harga pasar internasional. Ketika negara-negara lain seperti Tiongkok memprioritaskan kebutuhan dalam negeri, Indonesia justru menyerahkan kekayaan alamnya dengan harga rendah kepada pihak asing.

Seperti ungkapan John Perkins dalam bukunya Confessions of an Economic Hitman, “Negara-negara yang menerima pinjaman akan terus terjebak utang, menjadi sasaran empuk kepentingan negara lain.” Indonesia harus belajar dari sejarah, tidak hanya mengelola sumber dayanya dengan bijak, tetapi juga memastikan kekayaan tersebut benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyatnya.

Saatnya bangkit dari cengkeraman kapitalisme global dan membangun negeri yang berdaulat secara ekonomi, politik, dan sosial. (Red)

_Artikel ini mengajak pembaca untuk refleksi mendalam terhadap kebijakan yang telah diambil dan dampaknya terhadap kehidupan rakyat Indonesia

Penulis adalah Anggota PPWI Editor: Media Online Lemkiranews.Id.Syarit Al Dhin.

Risal
Author: Risal

Pemimpin Umum /Pemimpin Redaksi Lemkiranews.id

Pos terkait