Oleh : M. Idris Hady, SE.
Jakarta, Lemkiranews.id – Suasana dunia pendidikan tinggi Indonesia tengah bergetar hebat! Ribuan alumni dari berbagai perguruan tinggi di tanah air mulai bersuara lantang. Mereka mempertanyakan tanggung jawab moral dan hukum institusi tempat mereka menimba ilmu, setelah bertahun-tahun lulus namun tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
Fenomena ini bukan lagi kasus individual. Suara-suara kecewa ini kini menggema dalam kelompok-kelompok besar alumni yang mempertimbangkan untuk menggugat perguruan tinggi secara massal (class action). Tuntutannya pun tak main-main: pengembalian biaya kuliah yang selama ini mereka bayarkan, bahkan tuntutan ganti rugi atas nasib mereka yang tak menentu..!
_“Kami kuliah bukan untuk jadi pengangguran. Keluarga kami menjual sawah, menjual tanah, bahkan berutang. Tapi setelah lulus, kami hanya jadi beban sosial, tanpa ada bantuan apa pun dari kampus tempat kami belajar..!”_ keluh seorang alumni universitas swasta ternama di Jawa Tengah.
Bisnis Pendidikan..?
Data menunjukkan, pertumbuhan perguruan tinggi di Indonesia beberapa tahun terakhir melonjak drastis. Kampus-kampus menjamur di berbagai daerah, dengan promosi bombastis menjanjikan masa depan cerah, karier menjanjikan, dan peluang kerja luas.
Namun, di balik brosur indah dan gedung-gedung megah, realita justru menampar keras: tingkat pengangguran terdidik terus meningkat, terutama dari kalangan sarjana.
Lalu, ke mana tanggung jawab kampus-kampus ini..?
_“Mereka hanya sibuk membangun gedung dan mengejar akreditasi. Tapi tidak peduli lulusan mereka kerja atau tidak. Seolah tugas mereka selesai saat wisuda,”_ ujar Ketua Forum Alumni Menggugat (FAM), yang kini tengah menggalang dukungan untuk menuntut secara hukum.
Dasar Hukum untuk Menggugat Kampus
Beberapa ahli hukum pendidikan menyebutkan bahwa terdapat celah hukum yang bisa digunakan untuk menuntut tanggung jawab perguruan tinggi :
• UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999): Mahasiswa dapat dikategorikan sebagai konsumen jasa pendidikan. Bila terdapat janji-janji menyesatkan dalam promosi atau brosur, perguruan tinggi dapat digugat atas kerugian materiil dan immateriil.
• UU Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003) dan UU Pendidikan Tinggi (UU No. 12 Tahun 2012): Perguruan tinggi diwajibkan menyelenggarakan pendidikan bermutu dan menjalin kemitraan dengan dunia kerja.
Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, maka gugatan bisa diperkuat secara normatif.
_“Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal moral. Kampus harus punya nurani. Jangan jadikan mahasiswa sebagai ladang bisnis!”_ tegas pakar pendidikan Prof. M. Nasir.
Gelombang Gugatan Akan Dimulai..?
Forum Alumni Menggugat telah membuka posko-posko pengaduan di berbagai kota besar. Ratusan alumni telah bergabung dan siap melakukan konsolidasi hukum. Beberapa lembaga bantuan hukum juga dikabarkan tertarik mengadvokasi kasus ini.
Di sisi lain, beberapa kampus tampak masih bungkam. Tak satu pun menyatakan siap memberikan klarifikasi atau menjawab keresahan para alumni mereka.
Pertanyaan besarnya kini : Akankah ini menjadi gelombang awal revolusi dunia pendidikan tinggi Indonesia? Atau akan kembali dibungkam seperti suara-suara kecewa lainnya yang perlahan hilang dalam sunyi..?
Yang pasti, masyarakat kini mulai membuka mata: Pendidikan bukan sekadar ijazah. Ini tentang harapan hidup. Tentang masa depan. Tentang harga diri.
Pemantauan dimulai pada pukul 08.30 WITA di UPT SMAN 1 Luwu. Dalam kunjungannya, Adam Syah didampingi Wakil Kepala Sekolah setempat meninjau langsung proses ujian yang diikuti oleh 410 siswa kelas akhir. Ujian berbasis kertas tersebut mengujikan mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) pada sesi pertama.
“Saya ingin memastikan semua siswa hadir dan tidak mengalami kendala dalam mengikuti ujian,” ujar Adam usai meninjau beberapa ruang kelas.
Di setiap ruang ujian, suasana tampak tertib dan tenang. Para siswa fokus mengerjakan soal, sementara pengawas ujian tampak menjalankan tugas dengan profesional. Kehadiran Kasubag TU tersebut juga menjadi motivasi tersendiri bagi siswa dan tenaga pendidik.
Selanjutnya, pada pukul 09.30 WITA, Adam melanjutkan kunjungannya ke UPT SMAN 5 Luwu. Ia diterima langsung oleh Kepala Sekolah, Ir. Jufri, bersama Ketua Panitia Ujian. Dalam laporan singkatnya, Jufri menyampaikan bahwa ujian semester genap di sekolah tersebut diikuti oleh 210 siswa. “Alhamdulillah, hingga saat ini pelaksanaan ujian berjalan lancar tanpa hambatan berarti,” ujarnya.
Pemantauan ditutup di UPT SMAN 4 Bua Ponrang (Bupeng) pada pukul 10.30 WITA. Kepala Sekolah, Masnaeni, S.Pd., M.M., menyambut langsung Kasubag TU dan mengantarkannya meninjau sejumlah ruang ujian. Di sekolah ini, sebanyak 369 siswa mengikuti ujian dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Setiap ruang diisi maksimal 20 siswa, tersebar di 19 ruang belajar.
“Kami pastikan seluruh sarana dan prasarana ujian disiapkan dengan baik, agar peserta dapat mengikuti ujian dengan nyaman dan tenang,” tutur Masnaeni.
Pemantauan langsung oleh perwakilan Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XI ini mendapat sambutan hangat dari pihak sekolah. Diharapkan kegiatan ini tidak hanya menjamin kelancaran teknis ujian, tetapi juga memberi semangat dan kepercayaan diri kepada para siswa dalam menghadapi evaluasi akhir tahun.
Dengan berakhirnya kunjungan tersebut, Adam Syah menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak sekolah atas kesiapan dan kedisiplinan yang ditunjukkan selama pelaksanaan ujian semester. “Semoga hasil yang dicapai menjadi cerminan dari usaha maksimal siswa dan kualitas pendidikan yang terus meningkat di wilayah ini,” pungkasnya. (TIM/Red)
Penulis adalah Sekjend ADA API.
Editor : Syarif Al Dhin